Halaman

Minggu, 09 April 2017

dari 7 pekerja partai yang 10 capres



dari 7 pekerja partai yang 10 capres

Pergerakan ideologi di Nusantara bak bola liar. Tidak bisa ditebak arah anginnya. Tidak juga tergantung pada permintaan pasar, tantangan zaman, atau gejolak sentimen negatif dalam negeri. Tak dipungkiri gejolak politik makro mampu mengubah peta politik Nusantara setiap saat.

Pusaran angin politik lokal diyakini sebagai penyebab pasang surutnya gelombang suhu politik. Iklim politik dalam negeri tidak bersahabat dengan cikal bakal atau bibit calon pelaku, pemain, pegiat, penggila, pekerja, petugas partai. Yang sudah tunas atau sudah mulai belajar merangkak pun bisa mati gersang di tengah basahnya nikmat syahwat politik.

Berlindung di bawah sayap induknya bukan jaminan. Gempa politik, bencana politik, huru-hara politik, gaduh politik bisa menjungkirbalikkan realita berbangsa dan bernegara dalam waktu kurang dari 1x24 jam.

Pagi disanjung, sore ditelikung menjadi adegan, menu harian dan hobi penyelenggara negara dan pemerintahan.

Daya juang ideologi anak bangsa, sekaliber pendiri, ketua umum, bahkan mantan presiden bagaikan, bak hangat-hangat tahi kerbau sekandang. Serba rasa peninggalan zaman colonial masih terlestarikan secara berkelanjutan di industri, panggung, kolonglangit dan syahwat pentas politik Nusantara. Indonesia adalah negara yang masih, sedang, selalu dan akan berkembang serta berkemajuan mengejar bayang-bayang masa lalu. Sibuk berangan-angan bisa mimpi di siang hari bolong. Sibuk lari di tempat mencari hari baik untuk bertindak.

Masih ingat sinyelemen, grenengan rasan-rasan utawa ngudal piwulang ki dalang Sobopawon, di era mégatéga, mégakasus, mégakritis mégabencana,  2014-2019 negara yang serba multi, ternyata persediaan topeng politik laris manis. Perajin topeng sudah tidak mampu memenuhi pesanan dan permintaan pasar lokal.

Ironis binti miris, aneka watak sesuai kamus politik, tidak mampu menggambarkan watak, karakter, akhlak politik anak bangsa. Setiap manusia politik mampu membawakan berbagai peran. Peran ganda sudah ketinggalan zaman. Saking piawainya akting, main setingan, lihai berminyak air, memanipulasi watak diri, akhirnya mereka malah tak tahu siapa dirinya sejatinya. Apakah hidup di alam fantasi, khayalan, angan-angan atau di alam akhirat yang belum pernah dikunjunginya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar