ketika fitnah politik
menjadi andalan rezim penguasa
Terjadi di negara
seperti apa, kapan yerjadinya, tidak masalah. Bukan karena pilih kasih dan
pilah kisah, namun masih layak diperhitungkan ulang di jagad raya ini.
Wajar jika suatu pihak
rezim penyelenggara negara dan penggerak roda pemerintahan sarat dengan beban
moral. Perang batin moral. Pada saat yang sama, yaitu saat harus memenuhi kewajiban moral dari janji
kampanye sekaligus wajib menyenangkan bandar politik dari negara paling
bersahabat beriiringan dengan mengenyangkan barikade utamanya.
Belajar dari
pendahulunya yang memakai asas pemerataan pembangunan, maka dibangunlah
peradaban baru. Dengan karakter memisahkan politik dengan agama. Jika terjadi
penistaan agama, penodaan agama, pengingkaran agama itu urusan umat ybs, hanya
masuk ranah agama. Pemerintah tidak mau campur tangan walau secara secara
terang benderang sudah jelas keberpihakannya.
Fitnah politik merupakan
sinerji dari fitnah tahta, fitnah harta, dan fitnah wanita. Yang terakhir
disebut bukan untuk mendiskreditkan kaum hawa, perempuan, wanita. Emansipasi politik
wanita malah menjerumuskan penganutnya ke kubangan politik yang serba aneh,
asing, ajaib.
Langkah catur politik
rezim penguasa yang hanya sekedar mempertahankan kekuasaan yang ditambah dengan
angan-angan politik untuk bisa memperpanjang masa jabatan secara konstitusional,
ibarat serigala menggembala pasukan
domba.
Ataukah adegan hari ini,
di negeri yang masih dalam baying-bayang peradaban berkemajuan, yang menjadi
rezim penguasa adalah kawanan serigala politik atau komunitas domba yang taat
dengan asas kepatuhan, kesetiaan di bawah komunikasi, koordinasi, kendali pihak
sono-nya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar