béla Garuda dari cengkeraman cakar Naga
Bukan salah bunda mengandung, tapi salah negara
mengundang “tamu tak diundang” untuk tidak sekedar bertandang ke rumah kita. Jelas
dua kali jadi sponsor makar, kudeta, pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh
PKI. Pertama, Madiun Affair September 1948 dan kedua, G30S (Gerakan 30 September) 1965. Bangsa ini
bukannya terbuka matanya dari makna cengkeraman cakar Naga.
Pasca makar PKI 1948 dan 1965, kemana saja anak
cucu ideologis mereka. Karena ideologi, faham politik tak ada matinya. Tidak
perlu wadah formal, bisa menjadi parasit, benalu politik.
Masih ingatkah kawan akan Tap MPRS XXV/1966 tentang
PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI
TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA
DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU
AJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME. Termasuk ingatan kita dengan UU 3/1975 tentang
PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA. Artinya, dengan UU 3/1975 hanya ada dua partai
politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan
dan Partai Demokrasi Indonesia; serta satu
Golongan Karya.
Kilas balik fakta sejarah pemilu 1955.
Hasil
Pemilu 1955 untuk Anggota DPR, Partai Komunis Indonesia (PKI) menempati urutan keempat.
Memperoleh 6.179.914 suara atau 16,36%. Mendapatkan
jatah kursi sebanyak 39, dari total 257.
Hasil
Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante. Partai Komunis Indonesia (PKI) menempati
urutan keempat. Memperoleh 6.232.512 suara atau 16,47%. Mendapatkan jatah kursi sebanyak 80, dari
total 514.
Salah satu alenia Penjelasan UU 3/1975
adalah :
Larangan
menerima bantuan dari pihak asing dan atau memberi bantuan kepada pihak asing
bertujuan untuk menjamin kepribadian nasional serta kemerdekaan nasional yang
utuh dan bersatu. Ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia mengurung diri,
tidak mengadakan hubungan apapun dengan bangsa-bangsa lain, untuk itu tetap ada
kesempatan bagi Partai Politik dan Golongan Karya menerima bantuan dari pihak
asing dan atau memberi bantuan kepada pihak asing sepanjang tidak merugikan
kepentingan Bangsa dan Negara.
Ironis binti miris, politik dalam negeri yang juga
politik luar negeri yang bebas aktif, diterjemahkan sebagai kerelaan hati untuk menyediakan kepala sendiri
untuk keset, pijakan bangsa asing. Dibuktikan dengan proses rekonsiliasi presiden
kelima RI di negara paling bersahabat, dengan cara menari mesra, tari
persahabatan dengan ketua umum partai komunis, sekaligus penguasa tunggal
negara Cina.
Pintu terbuka lebar secara formal, konstitusional
saat pesta demokrasi 2014. Investasi politik dari negara tirai bambu sudah dirintis
sejak atau mulai di ibukota NKRI. Saat pilkada DKI 2012. Tak heran “sejarah
merah”, sudah resmi menjadi bagian kehidupan penyelenggara negara.
Singkat kata, masa depan bangsa dan negara ini
sudah digadaikan oleh penguasa sekarang. Imbalannya karena syahwat politik
untuk bisa lanjut di periode berikutnya. Banyak pihak yang sudah terbeli,
jiwanya dikontrak, minimal terbuai iming-iming nikmat dunia. Banyak pihak,
tidak pandang bulu – apakah sipil atau
militer – sudah terang benderang
pasang badan. Siap berjibaku, berani mati demi memerahkan Nusantara. Semua siap
menunggu, menanti, menerima kedatangan “tamu agung”. Bahkan siap jadi jongos,
budak, babu, pelayan, kacung, pesuruh di negeri sendiri.
Jabatan kepala negara yang semula identik dengan
petugas partai, naik kasta menjadi perpanjangan tangan cakar Naga.
Kekuatan terakhir pada doa rakyat yang tertindas,
terintimidasi di negeri sendiri, dizalimi dan dilalimi oleh orang pilihannya
sendiri atau bangkitnya gerakan rakyat, masyarakat, penduduk, warga negara yang
masih cinta NKRI. Aamiin YRA. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar