politik tabrak lari vs politik
sopir témbak
Peta politik Nasional, khususnya jelang pesta demokrasi 2019, berubah drastis
pasca hasil putaran kedua pilkada DKI Jakarta, Rabu 19 April 2017. Tidak hanya
kerugian materi dari pasangan petahana, pejawat tetapi tanpa surevi, pamor
parpol pendukungnya melorot.
Namanya politik, pagi berkibar, sore terkapar. Pagi satu ajang latihan,
sore saling berhadapan. Pagi nongkrong nangkring sarapan gratis bersama, sore
saling lempar sampah serapah.
Kita tidak boleh lalai, lengah, masih ada Plan B dari pemodal, penyandang
dana atau taipan, imperialis kuning, yang akan tetap menacapkan cakar Naga di
Nusantara.
Jangan bilang siapa-siapa, “Anies-Ahok Rekonsiliasi” di Republika, Jumat 21
April 2017 dengan gambar dan beberapa alenia berita. Jangan disimpulkan sebagai
acara simbolis. Jelas, seperti kan ada Plan B. Relawan plus parpol pendukung tentu tak diam berpangku tangan.
Pilkada DKI Jakarta sangat strategis bagi Jokowi yang akan maju di pilpres
2019. Pasukan berani matinya tentu akan semakin beringas, ganas dan main hantam
kromo. Pakai asas ”gebug dulu baru diajak
rembug”. Semua pihak yang akan jadi penghalang, atau patut diduga akan
menghambat laju politik, akan ditindas sebelum tunas. Akan ditumpas tanpa sisa ampas.
Terlebih mantan DKI-1 di tahun 2019 sudah dengan status bebas murni. Kawanan
maupun kamrad sudah siaga sejak pasca putaran kedua pilkada DKI Jakarta. Ibarat
sepak bola, kalau perlu sewa pemain asing.
Minimal, anak bangsa ini semakin sadar dan tahu ‘mana emas, mana loyang’. Rakyat semakin diintimidasi semakin bangkit. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar