antri menuju kesenjangan dan
diskriminasi ideologi
Proses peradaban berkemajuan
kemauan dan kebijakan politik Nusantara menghasilkan perubahan kedua UUD NRI
1945, antara lain dengan menetapkan :
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28B
(1)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak yang melekat pada
anak, sejak seorang lelaki mencari calon ibu bagi anaknya. Sampai anak menjadi
anggota keluarga, rumah tangga, masyarakat dan menyandang status sebagai :
Warga Negara adalah penduduk negara atau
bangsa Indonesia berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, atau pewarganegaraan
yang mempunyai hak dan kewajiban.
(pasal 1 ayat ayat 4 UU 40/2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis)
Jadi, hak anak dan kedaulatan anak cakupan dimensinya lebih luas dengan mempertimbangan
status negara kita sebagai negara hukum. Hak anak dan kedaulatan anak bermakna
bahwa anak jangan hanya menjadi elemen dari pasar, khususnya pasar
politik domestik.
Hak dan kedaulatan ideologi anak harus ditumbuhkembangka sejak dini dan
dari diri sendiri. Jangan dicekoki, direciki adegan dagelan pilitik di media
massa. Kriteria klasiknya adalah dari, oleh, untuk diri sendiri. Pasar ideologi lokal, domestic mamput memenuhi
kebutuhan kinsmen. Pengausaan pasar ideologi secara
mandiri, di atas kaki sendiri, tanpa harus diatur oleh bangsa lain atau luar
negeri. Serta menampik uluran tangan asing yang berkedok, berdalih apapun.
Dengan harapan citra diri anak bangsa ini mampu menjawab permasalahan utama
yang dihadapi bangsa ini, sehingga dapat meningkatkan jati diri bangsa
Indonesia.
Pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 sampai bergulirnya
reformasi mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, kedaulatan politik dalam
mengatur tata kelola kehidupan bernegara semakin mengarah kepada scenario dan
konspirasi pasar internasional. Mentalitas anak bangsa yang wajib memiliki otonomi
diri bangsa Indonesia, hingga kini juga masih belum ada gejala positif. Rasa sikap inferior, rendah
diri di hadapan bangsa asing, masih mendominasi manusia politik Nusanatara.
Jangan heran kalau masih terdengar jeritan, ratapan, ujar keluhan dari anak
bangsa yang tuna ideologi. Tak sedikit kita jumpai eksploitasi anak bangsa yang
terjebak “main dadu politik”. Modus yang tak layak bagi mereka di
usianya yang masih awal langkah. Usia/umur yang rentan wawasan bela negara,
kebangsaan. Seyogyanya masih menikmati kasih
sayang keluarga, masa bermain dan menyaynyi lagu anak-anak, mengenyam
pendidikan serta menentukan jati diri dan citra diri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar