Halaman

Rabu, 19 April 2017

Ku Bersegera Menuju Rumah-Mu



Ku Bersegera Menuju Rumah-Mu

Jamaah masjid di kawasan perumahan tempat tinggal kami, menandai kehadiran saya cukup dengan  mendengar suara : “Aaminn”. Sholat jumat yang jamaahnya membludak, sampai halaman masjid, suara ‘amin’ saya malah tambah lantang. Walau nada ‘amin’ mengikuti gaya bacaan sholat imam. Bacaan surat Al-Faatihah-nya cepat, maka otomatis ‘amin’ yang kudengungkan juga cepat. Dan sebagainya. Jamaah tetap mengenali suara saya. Bahkan katanya, seperti di tunggu.

Mereka heran, sepertinya suara ‘amin’ acap terdengar dari shaf terdepan, mungkin dipantulkan dinding masjid. Jujurnya jamaah, ujar mereka, saya spesialis jamaah sholat subuh dan/atau sholat isya’. Ada yang menandai kehadiran saya karena busana. Setengah bercanda, sisanya bergurau kalau saya ke masjid, subuhan, tinggal ganti celana panjang. Kaos untuk tidur dipakai ke masjid.

Gaya busana saya memang jauh dari kategori ahli masjid. Bersyukur, rambut, kumis, janggut yang serba putih sebagai atribut ‘pak haji’. Orang tak dikenal menyapa saya dengan panggilan : “pak haji”. Atau yang singkat, praktis menyebut : “Jiii ..”.

Pamor sukses saya semakin dikenal, karena saya dikenal sebagai banyak bertanya, usai kuliah subuh setiap sabtu/ahad. Jika jamaah tidak yang bertanya, otomatis pengurus masjid menunjuk saya agar buka mulut, sumbang suara. Kritisnya jamaah, yang usianya rata-rata Rasulullah saw, bahwa saya bisa bertanya sesuai tema. Kebanyakan bapak-bapak bersandar di dinding, sambil menahan kantuk. Bisa mendengar utuh, sudah besyukur.

Perjuangan bangun jelang azan subuh, terlebih masuk bilangan sepertiga malam, walau punya rekam jejak, tetap dirasa berat. Allah Maha Penyayang, satu jam jelang azan subuh, sudah “membangunkan” diriku. Saya segera bisa sadar, bangun dan segar. Jika rasa malas muncul, atasi dengan logika awam, memenuhi panggilan, seruan-Nya, saya tunda. Jangan-jangan kalau saya pas berdoa , maka Allah tak akan bersegera menjawab. Ini bahasa manusia. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.

Pemulung, kesibukan dapur, satpam RT yang masih jaga, pedagang pulang malam, nyaris rutin kulihat waktu jalan kaki ke masjid. Jauh menit dari azan subuh. Selalu kuniatkan bisa hadir di rumah-Nya sebelum “pintu dibuka”. Sedih hati jika parkir masjid masih sepi. Namun terobati jika melihat beberapa pasang sandal sudah parkir di depan pintu masjid.

Hati dan jiwa semakin lapang, suara marbot sedang lantunkan Al-Qur’an. Shaf pertama tampak kawula sepuh duduk tafakur. Biasanya saya menempati shaf terdepan, sayap kanan.

Saya bukannya melazimi sholat subuh dan/atau sholat isya’ di masjid, karena perhitungan pahala dari Allah, atau karena tak terlihat di jalan.

Imam sholat isya’ acap mengingatkan jamaah, khususnya anak-anak agar tertib, tidak ribut, berlarian saat sholat ditegakkan. ‘Aamiin’-nya anak-anak seperti lomba. Masih kalah panjang dengan nada saya. Begitu salam kedua, anak-anak berhamburan dan ribut. Bersegera memuju masjid waktu isya’, banyak pengalaman yang pernah saya ceritakan di blogspot ini.

Bersyukur, sholat subuh masih ada jamaah anak-anak. Tidak berisik, karena datang terlambat. Begitu salam kedua, tampak beberapa anak berdiri melengkapi rokaat yang ketinggalan. Sambil pakai sarung, satu dua anak bergegas sholat sendiri-sendiri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar