aksi Jokowi
mendongkrak pamor ojek payung
Jokowo utawa Joko
Widodo, siapa lagi kalau bukan presiden ke-7 NKRI. Aroma irama filosofi filasafati kejawen sangat mendominasi pola
pikir, gaya ucap/tawa, dan laku tindaknya. Saya tidak tahu apakah Jokowi jika ibarat
main catur, akan memerankan atau memainkan dirinya pada posisi raja. Ataukah di
papan catur, kedudukan Jokowi bukan sebagai raja. Seperti kapan bajaj mau
belok, berhenti, atau balik badan.
Media massa secara jujur
dan netral memberitakan ujaran kekecewaan Jokowi atas sikap raja Arab Saudi, yang hanya menggelontorkan inevestasi jauh
dari dugaannya. Seperti biasa, jika hasil liputan dan tayangan, disandingkan,
dibandingkan, ditandingkan tampak sewajah tapi tak serupa. Tergantung kadar
jurnalistik awak media.
Daya tarik tidak hanya
pada judul, tapi ada penambahan kesan dengan foto. Lengkap sudah keluhan sang
presiden RI. Demi menjaga martabat kepala negara dan wibawa negara, berita tsb
tidak saya tayangkan di sini. Selain banyak versi media penayang, takut didakwa
melakukan perbuatan tidak menyenangkan penguasa.
Namun tak salah kalau
lelakon tadi sebagai panutan penduduk dan warga negara Indonesia. Apakah sentime
negatif /positif presiden akan mempengaruhi nilai tukar uang mereka terhadap
Rp. Atau harga minyak arab akan semakin licin.
Memang, saya belum
mendengar komentar pakar “keluhan presiden”. Rahasia umum, di pihak berbeda,
Jokowi sduah siap pasang badan atas masuknya investasi dari negara paling bersahabat,
RRT atau entah apa nama resminya.
Perseteruan antara transportasi
konvensional vs transportasi daring, seolah terlupakan. Mendadak ojek payung di
musim hujan, menjamur. Karena ada keteladanan, percontohan langsung dari
presidennya. Biasanya, tentu ada pihak tertentu yang ikut meramaikan sekaligus
mengambil keuntungan. Walau tidak menjala di air keruh. Tunggu saja waktu dan
tanggal tayangan episode berikutnya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar