Halaman

Sabtu, 01 April 2017

arep makar, ngising sik mbokdé



arep makar, ngising sik mbokdé

Tidak ada angin, tidak mendung, atau tanda-tanda alam lainnya, tiba-tiba bress, hujan seadanya. Matahari masih bersinar dari arah samping. Orang kebingungan mencari tempat berteduh. Sudah mapan di perlindungan, atau premotor dengan cekatan kenakan jas hujan, tak diduga siapapun hujan reda.

Kicau burung menyambut hujan reda, bagaikan lagu alam yang sulit ditiru. Anak ayam yang sembunyi di bawah badan dan sayap induknya, langsung keluar berolah raga mengeringkan bulu-bulunya. Sibuk kais tanah sana-sini. Tidak peduli tanah bukan miliknya. Namanya ayam.

Udara terasa segar di nafas. Aktivitas dunia kembali normal, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Tanah yang semula kering, jalan berdebu, menjadi segar.

Ternyata, sejurus hujan tadi tidak membuat kelompok manusia yang sedang berpikir, menjadi segar ingatannya. Maklum mereka kerja di ruang ber-AC. Tidak tahu keadaan nyata di luar gedung. Tapi mereka bukan bak “katak di bawah tempurung”. Kecanggihan teknologi bahkan mereka bisa melihat mana saja, dengan duduk manis di tempat.

Tukang B3 (beli barang bekas) bergegas meramaikan jalan yang memang tak pernah tidur. Bergerak menuju pangkalan, setor hasil. Saat hujan tadi, ada yang tidur di gerobaknya. Lelap, sampai tak tahu zaman sudah berubah. Sudah terjadi pergantian pimpinan.

Kali ini yang pegang kendali merangkap sebagai perpanjangan tangan pemegang kendali utama. Namanya kontark politik yang disub-subkan. Beda jauh dengan proyek nasional KTP elektronik. Kendati masuk kategori mégakorupsi, bukan berarti ada dukungan signifikan dari pemeintah untuk mentuntaskan sampai ke akar-akarnya.

Mégakasus KTP elektronik memang sebagai dosa warisan dari periode sebelumnya. Bahkan alat hitung hasil pemilu, kabar anginnya memang masih angin-anginan. Kita tunggu tanggal mainnya dan ksiah berikutnya, di tempat yang sama dengan waktu berbeda. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar