Halaman

Selasa, 11 April 2017

mencari sosok bapak/ibu koruptor Nusantara



mencari sosok bapak/ibu koruptor Nusantara

Andai saja, andaikan, jikalau,  jika kalau seandainya kemungkinan terjadi vonis hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi (tipikor), ternyata nyatanya memang ringan. Yang tidak sekedar menciderai hukum itu sendiri, jangan serta merta lantas disalahkan.

Hakim, pengadilan atau sistem hukum Indonesia ingin berkata kepada masyarakat umum kalau terdakwa bukan pelaku utama, bukan pemain tunggal. Fakta membuktikan, ini yang bukan konsumsi publik, bahwa modus operandi korupsi ala Indonesia sudah melebihi prestasi korupsi negara lain. Minimal dalam skala ASEAN.

Jadi, nasib dan perjalanan hukum pelaku tipikor analog dengan pengedar narkoba, teroris yang bisa ditangkap hidup-hidup. Aparat penegak hukum pasti sudah mempertimbangkan aneka aspek faktor pertimbangkan, yang artinya jangan sampai jadi bumerang dikemudian hari.

 Wolak-waliking zaman, siapa duga akan muncul sosok “Ken Arok” versi Reformasi. Karena pelaku tipikor bukan penjahat klas teri. Yang pasti bukan penjahat kambuhan. Karena dunia korupsi selalu menampilkan pemain baru. Walau sebagai pendatang baru, tapi “ilmunya” tidak bisa dianggap remeh. Mereka belajar dari para pendahulunya, para sesepuhnya.

Sedangkan ilmu hukum beranjak bak deret hitung, setapak demi setapak. Bukan berarti telah beredar “Buku Pintar Korupsi”. Atau malah menjadi syarat utama tak tertulis bagi anak bangsa yang mau terjun dan menekuni bisnis ideologi.

Kompilasi, kolaborasi album koruptor, kalau disusun sudah mewakili sebagian besar penyelenggara negara dan pemerintahan. Mewakili kasta, status, strata sosial serta tak pandang bulu gender. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar