Demi Wibawa Negara Di Mata Asing, Laksanakan !!!
Pemerintah lewat RPJMN 2015-2019,
menjelaskan bahwa : Dalam rangka mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia
dihadapkan pada tiga masalah pokok, yakni: (1) merosotnya kewibawaan negara;
(2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional; dan (3) merebaknya
intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.
Ancaman Terhadap Wibawa
Negara. Wibawa negara merosot ketika negara tidak kuasa
memberikan rasa aman kepada segenap warga negara, tidak mampu mendeteksi ancaman
terhadap kedaulatan wilayah, membiarkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya dalam mengelola konflik sosial.
Saya ajak pembaca untuk menyimak
judul :
“Lembar Fakta Ancaman
Perjanjian TPP”
Disusun oleh: Indonesia for
Global Justice
Follow us on:
Twitter: @TolakTPP / FB: TolakTPP
Ayo ikut Tandatangan Petisi Tolak TPP di:
https://www.change.org/p/presiden-jokowi-selamatkan-rakyat-indonesia-tolak-perjanjian-dagang-tpp?
Factsheet Created by: IGJ-2016
Saya
cuplik yang terkait dengan judul tanpa maksud mengurangi kontennya :
Perjanjian Trans Pacific
Partnership (TPP) Bab 9 tentang investasi mengatur mengenai kewajiban
negara anggota TPP untuk memberikan perlindungan kepada investasi asing.
Perlindungan investasi yang diatur seperti perlakuan non-diskriminasi, fair
& equitable treatment, larangan nasionalisasi baik langsung dan tidak
langsung. Kewajiban perlindungan ini diikuti dengan suatu mekanisme
penyelesaian sengketa jika negara dianggap melanggar ketentuan tersebut, yaitu
mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan negara atau yang dikenal
dengan istilah Mekanisme Investor-State
Dispute Settlement (ISDS).
Mekanisme ini lahir dari perjanjian
perlindungan investasi baik dari Bilateral
Investment Treaty (BIT) maupun investment chapter dalam sebuah free rade agreement, seperti TPP.
Mekanisme ini membolehkan investor menggugat negara akibat tidak melaksanakan
kewajibannya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan investor. Gugatan
ini diajukan ke sebuah lembaga arbitrase internasional yang bernama ICSID (International Center Settlement for
Investment Disputes). ICSID sendiri lahir dari skema Bretton Woods dibawah
Bank Dunia.
Biasanya, investor asing menggugat
Negara dalam hal pembuatan atau penerapan regulasi yang terkait dengan aturan
perpajakan, ekspor, aturan tarif air, bahkan hingga kebijakan publik, isu
lingkungan, dan anti-money laundering. Bahkan, menurut UNCTAD mayoritas kasus
didominasi oleh sektor Power Generation and supply of electric energy; oil,
gas, and mining; konstruksi; dan keuangan. Gugatan ISDS ini hendak menuntut
negara untuk membayarkan kerugian investor yang nilainya bisa mencapai milyaran
dollar. Seperti gugatan Churcill Mining, perusahaan tambang asal Inggris, yang menuntut
Pemerintah Indonesia untuk membayarkan kerugian sebesar US$1 Milyar akibat
pencabutan izin wilayah tambang oleh Bupati Kutai Timur.
Terkadang investor asing menjadikan
gugatan ini untuk meningkatkan posisi tawarnya. Hal ini seperti pengalaman
Indonesia terhadap Gugatan Newmont di ICSID terkait dengan ketentuan larangan
ekspor konsentrat. Akibat dari gugatan tersebut, berdampak terhadap melemahnya
posisi tawar Indonesia yang akhirnya memberikan izin kepada Newmont untuk
melakukan ekspor konsentrat. Atas kesepakatan ini Newmont kemudian mencabut
gugatannya.
Negara telah “tersandera” dengan mekanisme ini. Ruang
kebijakan negara telah hilang, bahkan kedaulatan negara untuk membuat peraturan
perundang-undangan yang melindungi kepentingan nasional harus tergadaikan dan
harus tunduk pada kepentingan korporasi multinasional yang menginginkan
regulasi nasional yang ramah terhadap investor asing. Pada akhirnya
ketentuan ini telah mengangkangi Konstitusi, bahkan telah menghilangkan kontrol
negara atas sektor-sektor publik yang penting bagi masyarakat.
Kedepan, TPP akan membuka potensi
gugatan yang lebih banyak bagi Indonesia. Apalagi berdasarkan laporan UNCTAD
2013-2015, Investor asing asal Amerika Serikat dan Canada adalah negara yang
paling aktif menggunakan ISDS, yang nilai gugatannya berkisar US$ 8 juta hingga
US$ 2,5 Miliar.
Padahal, Pemerintah Indonesia telah
melakukan review terhadap teks perjanjian perlindungan investasi dan telah
menyusun teks perjanjian yang baru untuk menjadi acuan bagi diplomasi ekonomi
internasional Indonesia di bidang investasi dalam rangka melindungi kepentingan
nasional dari mekanisme ISDS. Dan sayangnya Perjanjian TPP akan membuat langkah
mundur bagi kemajuan Indonesia yang telah menyusun strategi ampuh untuk
menghindar dari mekanisme ISDS.
Ketentuan mekanisme ISDS dalam
Perjanjian TPP akan semakin meningkatkan ancaman Kedaulatan Indonesia atas
gugatan ISDS. Pasalnya, bab investasi TPP memperluas obyek sengketa ISDS, tidak
hanya terkait dengan standar perlindungan, tetapi memasukan „Kontrak Bisnis‟
dan layanan dan kewenangan lembaga otoritas investasi (seperti BKPM) menjadi
obyek yang dapat disengketakan.
Selain itu, definisi investasi yang
diatur dalam teks TPP juga sangat luas yang kemudian dapat dijadikan obyek
sengketa dalam ISDS. Hampir seluruh bentuk investasi dimasukan. Hal ini bisa
dilihat dari kata „every asset‟ seperti enterprise (perusahaan), saham (shares, stock, equity participation),
bonds bahkan hingga instrument utang (debt
and loans instruments), futures dan segala bentuk turunannya, konsesi dan
hasil pendapatan (revenue sharing), konstruksi serta hasil produksi, hak
kekayaan intelektual, bahkan hingga perizinan (licences, permits).
Teks Perjanjian TPP telah disepakati.
Tidak ada ruang lagi bagi Indonesia untuk dapat menegosiasikan isi teks
perjanjian sebagai upaya untuk melindungi kepentingan nasional dari mekanisme
ISDS.
- - - - -
Olahkata di atas,
pada saat presiden AS Barack Obama.
Sekarang, selain ada imperialis putih, berlaku pula impreialis kuning yang
sudah akrab dengan pemerintah 2014-2019. Tepatnya sejak 2012-2017 imperialis
kuning sudah kontrak politik dengan NKRI. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar