Halaman

Selasa, 25 April 2017

Demi Wibawa Negara Di Mata Asing, Laksanakan !!!



Demi Wibawa Negara Di Mata Asing, Laksanakan !!!

Pemerintah lewat RPJMN 2015-2019, menjelaskan bahwa : Dalam rangka mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia dihadapkan pada tiga masalah pokok, yakni: (1) merosotnya kewibawaan negara; (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional; dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.

Ancaman Terhadap Wibawa Negara. Wibawa negara merosot ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada segenap warga negara, tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap kedaulatan wilayah, membiarkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya dalam mengelola konflik sosial.

Saya ajak pembaca untuk menyimak judul :
Lembar Fakta Ancaman Perjanjian TPP
Disusun oleh: Indonesia for Global Justice
Follow us on:
Twitter: @TolakTPP / FB: TolakTPP
Ayo ikut Tandatangan Petisi Tolak TPP di:
https://www.change.org/p/presiden-jokowi-selamatkan-rakyat-indonesia-tolak-perjanjian-dagang-tpp?
Factsheet Created by: IGJ-2016


Saya cuplik yang terkait dengan judul tanpa maksud mengurangi kontennya :

Perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP) Bab 9 tentang investasi mengatur mengenai kewajiban negara anggota TPP untuk memberikan perlindungan kepada investasi asing. Perlindungan investasi yang diatur seperti perlakuan non-diskriminasi, fair & equitable treatment, larangan nasionalisasi baik langsung dan tidak langsung. Kewajiban perlindungan ini diikuti dengan suatu mekanisme penyelesaian sengketa jika negara dianggap melanggar ketentuan tersebut, yaitu mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan negara atau yang dikenal dengan istilah Mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS).

 Mekanisme ini lahir dari perjanjian perlindungan investasi baik dari Bilateral Investment Treaty (BIT) maupun investment chapter dalam sebuah free rade agreement, seperti TPP. Mekanisme ini membolehkan investor menggugat negara akibat tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan investor. Gugatan ini diajukan ke sebuah lembaga arbitrase internasional yang bernama ICSID (International Center Settlement for Investment Disputes). ICSID sendiri lahir dari skema Bretton Woods dibawah Bank Dunia.

Biasanya, investor asing menggugat Negara dalam hal pembuatan atau penerapan regulasi yang terkait dengan aturan perpajakan, ekspor, aturan tarif air, bahkan hingga kebijakan publik, isu lingkungan, dan anti-money laundering. Bahkan, menurut UNCTAD mayoritas kasus didominasi oleh sektor Power Generation and supply of electric energy; oil, gas, and mining; konstruksi; dan keuangan. Gugatan ISDS ini hendak menuntut negara untuk membayarkan kerugian investor yang nilainya bisa mencapai milyaran dollar. Seperti gugatan Churcill Mining, perusahaan tambang asal Inggris, yang menuntut Pemerintah Indonesia untuk membayarkan kerugian sebesar US$1 Milyar akibat pencabutan izin wilayah tambang oleh Bupati Kutai Timur.

Terkadang investor asing menjadikan gugatan ini untuk meningkatkan posisi tawarnya. Hal ini seperti pengalaman Indonesia terhadap Gugatan Newmont di ICSID terkait dengan ketentuan larangan ekspor konsentrat. Akibat dari gugatan tersebut, berdampak terhadap melemahnya posisi tawar Indonesia yang akhirnya memberikan izin kepada Newmont untuk melakukan ekspor konsentrat. Atas kesepakatan ini Newmont kemudian mencabut gugatannya.

Negara telah “tersandera” dengan mekanisme ini. Ruang kebijakan negara telah hilang, bahkan kedaulatan negara untuk membuat peraturan perundang-undangan yang melindungi kepentingan nasional harus tergadaikan dan harus tunduk pada kepentingan korporasi multinasional yang menginginkan regulasi nasional yang ramah terhadap investor asing. Pada akhirnya ketentuan ini telah mengangkangi Konstitusi, bahkan telah menghilangkan kontrol negara atas sektor-sektor publik yang penting bagi masyarakat.

Kedepan, TPP akan membuka potensi gugatan yang lebih banyak bagi Indonesia. Apalagi berdasarkan laporan UNCTAD 2013-2015, Investor asing asal Amerika Serikat dan Canada adalah negara yang paling aktif menggunakan ISDS, yang nilai gugatannya berkisar US$ 8 juta hingga US$ 2,5 Miliar.

Padahal, Pemerintah Indonesia telah melakukan review terhadap teks perjanjian perlindungan investasi dan telah menyusun teks perjanjian yang baru untuk menjadi acuan bagi diplomasi ekonomi internasional Indonesia di bidang investasi dalam rangka melindungi kepentingan nasional dari mekanisme ISDS. Dan sayangnya Perjanjian TPP akan membuat langkah mundur bagi kemajuan Indonesia yang telah menyusun strategi ampuh untuk menghindar dari mekanisme ISDS.

Ketentuan mekanisme ISDS dalam Perjanjian TPP akan semakin meningkatkan ancaman Kedaulatan Indonesia atas gugatan ISDS. Pasalnya, bab investasi TPP memperluas obyek sengketa ISDS, tidak hanya terkait dengan standar perlindungan, tetapi memasukan „Kontrak Bisnis‟ dan layanan dan kewenangan lembaga otoritas investasi (seperti BKPM) menjadi obyek yang dapat disengketakan.

Selain itu, definisi investasi yang diatur dalam teks TPP juga sangat luas yang kemudian dapat dijadikan obyek sengketa dalam ISDS. Hampir seluruh bentuk investasi dimasukan. Hal ini bisa dilihat dari kata „every asset‟ seperti enterprise (perusahaan), saham (shares, stock, equity participation), bonds bahkan hingga instrument utang (debt and loans instruments), futures dan segala bentuk turunannya, konsesi dan hasil pendapatan (revenue sharing), konstruksi serta hasil produksi, hak kekayaan intelektual, bahkan hingga perizinan (licences, permits).

Teks Perjanjian TPP telah disepakati. Tidak ada ruang lagi bagi Indonesia untuk dapat menegosiasikan isi teks perjanjian sebagai upaya untuk melindungi kepentingan nasional dari mekanisme ISDS.
- - - - -
Olahkata di atas, pada saat presiden AS Barack Obama. Sekarang, selain ada imperialis putih, berlaku pula impreialis kuning yang sudah akrab dengan pemerintah 2014-2019. Tepatnya sejak 2012-2017 imperialis kuning sudah kontrak politik dengan NKRI. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar