budak politik vs
panggilan isi perut ke bawah
Karya monumental anak bangsa periode 2014-2019, berbasis ramuan ajaib
revolusi mental, berupa orang loyal, patuh, tunduk, taat kepada orang lain.
Menghambakan diri ke sesama makhluk manusia, orang. Terjadi di panggung,
industri dan syahwat politik. Terlebih berkat kemurahan hati ketua umum partai
politik, seorang pelaku, pemain, penggila, pegiat, pekerja politik meraih sukses dunia.
Posisi ketua umum memang prestius dan prospektus. Hak prerogative, sebagai andalan.
Menganut sistem ideologi tertututup dengan kendali mati hidup partai di satu
tangan. Jabatan ketum parpol sebagai syarat utama masuk bursa capres. Seolah
ketum parpol menjadi dewa penolong, dewa penyelamat, dewa bagi-bagi Rp bagi
orang yang menghamba kepada partai. Menjadi budak politik.
“Saya ingin warga Muhammadiyah paham akan politik. Politik adalah jalan
mencapai kekuasaan. Dan, ini cara yang sah serta dilindungi oleh konstutusi dan
hukum. Jadi, janganlah alergi terhadap politik,” ujar Zulkifli. (sumber : Republika, Sabtu 13 Juni 2015, kahazanah hal 12).
Frasa ‘politik adalah jalan mencapai
kekuasaan’, acap
diterjemahbebaskan semasa era Orde Lama dengan jargon ‘politik sebagai
panglima’. Kekuatan partai politik dalam format Nasakom (nasional, agama dan
komunis) menjadi senjata ampuh dan andalan Bung karno. Walau dikhianati dua
kali oleh PKI (partai komunis Indonesia) melalui Madiun Affair September 1948
dan peristiwa G30S 1965/PKI, Bung Karno tidak main menganakemaskan maupun
menganaktirikan parpol.
Bung Karno menjadi korban atau senjata makan tuan karena bermain api
politik dengan imperialis kuning. Sekarang, negara penyokong makar dua kali
PKI, menjelma menjadi negara paling bersahabat. Dimulai oleh langkah cerdas
anak ideologis BK saat menjadi presiden kelima RI dengan melakukan tari
perahabatan tapi mesra dengan ketum partai komunis Cina, saat blusukan ke
daratan Cina. Indonesia masuk target sebagai tempat penampungan, pembuangan akhir surplus
penduduk terbanyak di dunia.
Masuknya cengkeraman
cakar Naga Merah dengan dalih lewat kerja sama pembangunan infrastruktur di
Nusantara. Jalur rel untuk kereta api cepat Jakarta-Bandung. Perwujudan
skenario tol laut. Aroma irama syahwat politik paruh akhir 2014-2019, semakin
liar. Nyaris membabi buta. Tidak sekedar memernuhi keinginan pasar dan
tantangan zaman. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar