Halaman

Senin, 24 April 2017

budak politik vs panggilan isi perut ke bawah



budak politik vs panggilan isi perut ke bawah

Karya monumental anak bangsa periode 2014-2019, berbasis ramuan ajaib revolusi mental, berupa orang loyal, patuh, tunduk, taat kepada orang lain. Menghambakan diri ke sesama makhluk manusia, orang. Terjadi di panggung, industri dan syahwat politik. Terlebih berkat kemurahan hati ketua umum partai politik, seorang pelaku, pemain, penggila, pegiat,  pekerja politik meraih sukses dunia.

Posisi ketua umum memang prestius dan prospektus. Hak prerogative, sebagai andalan. Menganut sistem ideologi tertututup dengan kendali mati hidup partai di satu tangan. Jabatan ketum parpol sebagai syarat utama masuk bursa capres. Seolah ketum parpol menjadi dewa penolong, dewa penyelamat, dewa bagi-bagi Rp bagi orang yang menghamba kepada partai. Menjadi budak politik.

“Saya ingin warga Muhammadiyah paham akan politik. Politik adalah jalan mencapai kekuasaan. Dan, ini cara yang sah serta dilindungi oleh konstutusi dan hukum. Jadi, janganlah alergi terhadap politik,” ujar Zulkifli. (sumber : Republika, Sabtu 13 Juni 2015, kahazanah hal 12).

Frasa ‘politik adalah jalan mencapai kekuasaan’, acap diterjemahbebaskan semasa era Orde Lama dengan jargon ‘politik sebagai panglima’. Kekuatan partai politik dalam format Nasakom (nasional, agama dan komunis) menjadi senjata ampuh dan andalan Bung karno. Walau dikhianati dua kali oleh PKI (partai komunis Indonesia) melalui Madiun Affair September 1948 dan peristiwa G30S 1965/PKI, Bung Karno tidak main menganakemaskan maupun menganaktirikan parpol.

Bung Karno menjadi korban atau senjata makan tuan karena bermain api politik dengan imperialis kuning. Sekarang, negara penyokong makar dua kali PKI, menjelma menjadi negara paling bersahabat. Dimulai oleh langkah cerdas anak ideologis BK saat menjadi presiden kelima RI dengan melakukan tari perahabatan tapi mesra dengan ketum partai komunis Cina, saat blusukan ke daratan Cina. Indonesia masuk target sebagai tempat penampungan, pembuangan akhir surplus penduduk terbanyak di dunia.

Masuknya cengkeraman cakar Naga Merah dengan dalih lewat kerja sama pembangunan infrastruktur di Nusantara. Jalur rel untuk kereta api cepat Jakarta-Bandung. Perwujudan skenario tol laut. Aroma irama syahwat politik paruh akhir 2014-2019, semakin liar. Nyaris membabi buta. Tidak sekedar memernuhi keinginan pasar dan tantangan zaman. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar