gonjang-ganjing di palataran
Nusantara, kepastian hukum pilih bulu vs stabilitas politik tanpa bulu
Apapun menu politik di era mégatéga yang tersaji di
panggung politik cepat saji, sudah kadaluwarsa, basi. Rakyat tanpa pendidikan
politik sudah paham bagaimana jalannya drama, dagelan, sandiwara politik. Butuh
berapa episode dan bagaimana akhir cerita, anak ingusan pun sudah bisa menduga.
Konsekuensi logis dari negara
multipartai, memang sudah dimanfaatkan oleh penguasa secara optimal, menerus
dan dengan langkah antisipatif. Jangan takjub kalau bagaimana pola dan modus
operandi penguasa mengambil sikap terhadap elemen masyarakat, penduduk, warga
negara atau gerakan moral yang unjuk rasa, unjuk raga di tempat umum.
Wajah keamanan dalam negeri bukannya
ada daerah ramah anak, jalur aman bagi pejalan kaki, transportasi umum yang
nyaman bagi penumpang namun bagaimana daya respon aparat keamanan terhadap
keamanan, kenyamanan penguasa.
Aparat keamanan mampu menjelma
menjadi kekuatan represif total.loyal bagi penguasa dan/atau pengusaha. Konflik
kepentingan politik, seberapapun skala gempa politik, tetap dirasakan oleh rakyat.
Efek domino negara multipartai
antara lain wabah multikonflik. Konflik horizontal yang seolah membenturkan rakyat
dengan penguasa. Konflik vertikal antar penyuka ideologi sejenis adalah untuk mengamankan
dirinya dari tuntutan dan jeratan pasal hukum.
Ketetapan niat DPR menggulirkan hak
angket terhadap KPK semakin membuktikan jati diri politik lokal sudah tanpa ideologi.
Rakyat hanya menjadi pemirsa yang setia, bijak dan tak banyak komentar
apalagi menuntut. Namun jika rakyat diam, tak ambil pusing, tak mau peduli
terhadap kemungkaran politik, azab dari Allah akan menimpa semua. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar