DPD Terjebak Pusaran
Angin Politik
KILAS BALIK
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang lahir dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia melalui Perubahan Ketiga UUD NRI 1945 yang diputuskan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) pada tanggal 21
November 2001, dalam melaksanakan fungsi penyusunan legislasi, penganggaran dan
pengawasan berdasarkan pada dinamika politik yang berkembang pada tahun
berjalan, sehingga kinerja DPD RI di bidang legislasi, penganggaran dan
pengawasan kadangkala berfluktuasi artinya tidak harus terjadi peningkatan dari
tahun ke tahun.
Komunikasi politik yang dapat dilakukan oleh DPD RI adalah dengan ikut
serta dalam penyusunan prolegnas, dan pembahasan RUU terkait dengan fungsi,
tugas dan kewenangan DPD di DPR RI, serta penyelarasan peraturan tata tertib
dan/atau pedoman mekanisme kerja DPD RI dengan DPR RI.
DPD RI diharapkan dapat menjembatani
kepentingan pusat dan daerah, dan sekaligus memberi peran yang lebih besar
kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik terutama dalam hal-hal
yang berkaitan langsung dengan daerah.
Pasal 255 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD menyatakan bahwa :
Anggota
DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai
kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya.
Sebagai lembaga perwakilan yang
merepresentasikan kepentingan masyarakat daerah, DPD RI mempunyai kewajiban konstitusional untuk
memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah dalam pengambilan kebijakan di
tingkat nasional dalam kerangka mengawal otonomi daerah. Tugas konstitusional
tersebut menjadikan DPD RI harus senantiasa dekat dengan masyarakat daerah dan
menjaga hubungan timbal balik kepada konstituennya. Aspirasi masyarakat dan
daerah perlu mendapat perhatian dan perlu diperjuangkan oleh anggota DPD RI.
PERMASALAHAN
Permasalahan dalam lembaga perwakilan adalah adanya potensi keterputusan (electoral
disconnection) atau kesenjangan hubungan personal, instensitas komunikasi
dan kontrol aktif para konstituen yang memilih dalam pemilu terhadap para
wakil-wakil di DPD RI. Tantangan DPD RI saat ini adalah tuntutan masyarakat dan
daerah yang menghendaki kinerja yang prima dari DPD RI. Oleh karenanya, perlu
peningkatan profesionalitas dan kapasitas DPD RI sebagai lembaga legislatif
termasuk di dalamnya kapasitas komunikasi politik yang efektif, yang perlu
didukung oleh para pemangku kepentingan.
Mekanisme kerja yang belum sepenuhnya terbangun antar dua lembaga
perwakilan (DPD RI–DPR RI) karena belum adanya kesepahaman fungsi, kewenangan
dan tugas DPD RI khususnya fungsi legislasi, seyogyanya hal ini dapat
diselesaikan dengan proses demokratis melalui mekanisme konstitusional yang
bisa diterima oleh semua pihak. Intensitas komunikasi akan memberikan peluang
untuk dapat saling memahami pola pikir dan ide masing-masing, dan sekaligus
dapat melahirkan ide-ide besar untuk kepentingan masyarakat luas.
Pola komunikasi yang intensif baik formal maupun informal perlu
ditingkatkan tetapi tanpa menghilangkan sikap kritis yang dapat mengorbankan
tidak bekerjanya mekanisme checks and balances hubungan antarlembaga
sebagai prasyarat bekerjanya demokrasi di Indonesia. Komunikasi politik yang
dapat dilakukan oleh DPD RI adalah dengan ikut serta dalam penyusunan
prolegnas, dan pembahasan RUU terkait dengan fungsi, tugas dan kewenangan DPD
di DPR RI, serta penyelarasan peraturan tata tertib dan/atau pedoman mekanisme
kerja DPD RI dengan DPR RI.
Sebagai lembaga legislatif yang relatif
baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, keberadaan DPD RI perlu secara
terus menerus diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat di daerah
maupun masyarakat internasional terutama terkait tugas dan fungsi DPD dalam memperjuangkan aspirasi
masyarakat dan kepentingan daerah. Dengan adanya pemahaman yang menyeluruh
tentang peran dan tugas DPD, diharapkan partisipasi masyarakat di daerah dapat
memainkan peranan penting dalam menyampaikan aspirasi permasalahan masyarakat
kepada DPD.
DPD RI yang tugas, fungsi, dan wewenangnya diatur dalam konstitusi dan
undang-undang merupakan lembaga perwakilan yang merepresentasikan daerah yang
memiliki arti penting dan strategis dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia
untuk mendorong proses pembangunan dan kemajuan daerah serta mengaktualisasikan
prinsip saling mengawasi dan menyeimbangkan (checks and balances) baik
dengan lembaga eksekutif maupun antar lembaga legislatif.
Permasalahan yang ditemukan menyangkut perwakilan daerah dan hubungan
pusat-daerah (pembagian urusan pemerintahan).
LANGKAH
ANTISIPATIF
Eksistensi DPD RI telah
membangkitkan harapan masyarakat agar peran DPD RI dapat lebih optimal dalam
menindaklanjuti aspirasi dan kepentingan daerah pada tataran pembentukan
kebijakan di tingkat pusat. Besarnya harapan masyarakat tersebut dan adanya
dinamika politik di parlemen serta pelaksanaan tugas DPD RI yang semakin
berkembang menuntut kesigapan Sekretariat Jenderal DPD RI dalam memberikan
dukungan teknis administratif dan keahlian kepada DPD RI dengan menerapkan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Meningkatkan kinerja politik anggota
DPD RI melalui Institusional building, capacity building dan image
building.
Persoalan-persoalan daerah dan bangsa pada kondisi kekinian dan masa depan
melalui penyerapan aspirasi masyarakat dari seluruh penjuru nusantara akan
diperjuangkan oleh DPD RI secara konstitusional sebagai lembaga perwakilan
sebagai panduan terhadap sasaran perjuangan politik DPD RI kedepan dirumuskan
dalam Renstra kepada capaian-capaian strategis.
Dalam rangka memperjuangkan aspirasi
masyarakat dan daerah dalam membantu proses pembangunan dan kemajuan daerah
adalah dengan menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan
daerah dengan mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi DPD RI yang dapat
dilihat pada proses pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, yaitu :
1.
Dalam menyusun kebutuhan legislasi
berdasarkan pada hasil inventarisasi serta pembahasan guna mendapatkan daftar
prioritas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan daerah;
2.
Dalam menyusun pertimbangan RAPBN merupakan
sikap politik yang didasarkan atas aspirasi masyarakat dan daerah. dan
3.
Pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang
merupakan salah satu ruang lingkup tugas DPD RI sebagai amanat konstitusi.
Titik tolak DPD RI dalam melakukan pengawasan ini adalah memastikan bahwa
undang-undang tersebut benar-benar efektif dan dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat dan daerah.
Salah satu substansi penting dalam eksistensi DPD RI sebagai lembaga
perwakilan daerah adalah membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan
persahabatan dan kerjasama dengan lembaga sejenis, lembaga pemerintah, ataupun
lembaga non pemerintah, baik secara regional maupun internasional dan kapasitas
Alat Kelengkapan beserta Anggota di tingkat internasional. Implikasi mendasar
realisasi program kegiatan di atas adalah pelaksanaan kunjungan kerja luar
negeri yang dibiayai oleh APBN dan sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat.
Namun sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD RI memiliki kewajiban antara
lain menaati tata tertib dan kode etik; menjaga etika dan norma dalam hubungan
kerja dengan lembaga lain, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada masyarakat daerah yang diwakilinya. Kewajiban tersebut adalah
refleksi dari prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) di lingkungan lembaga perwakilan (senat atau parlemen).
Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan
yang bersifat kolektif, terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang
wakil ketua.
DPD RI sebagai lembaga legislatif mendapatkan
dukungan dari beberapa negara untuk menjadi anggota dalam organisasi parlemen
regional dan internasional seperti : International Parliamentary Union
(IPU), ASEAN Inter Parliamentary
Assembly (AIPA), Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF). (sumber utama : Laporan Akuntabilitas
Instansi Pemerintah Sekretariat Jenderal DPD RI Tahun 2013) [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar