Halaman

Senin, 10 April 2017

DPD Terjebak Pusaran Angin Politik



DPD Terjebak Pusaran Angin Politik

KILAS BALIK
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang lahir dalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui Perubahan Ketiga UUD NRI 1945 yang diputuskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) pada tanggal 21 November 2001, dalam melaksanakan fungsi penyusunan legislasi, penganggaran dan pengawasan berdasarkan pada dinamika politik yang berkembang pada tahun berjalan, sehingga kinerja DPD RI di bidang legislasi, penganggaran dan pengawasan kadangkala berfluktuasi artinya tidak harus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

Komunikasi politik yang dapat dilakukan oleh DPD RI adalah dengan ikut serta dalam penyusunan prolegnas, dan pembahasan RUU terkait dengan fungsi, tugas dan kewenangan DPD di DPR RI, serta penyelarasan peraturan tata tertib dan/atau pedoman mekanisme kerja DPD RI dengan DPR RI.

 DPD RI diharapkan dapat menjembatani kepentingan pusat dan daerah, dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik terutama dalam hal-hal yang berkaitan langsung dengan daerah.

Pasal 255 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menyatakan bahwa :
Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya.

Sebagai lembaga perwakilan yang merepresentasikan kepentingan masyarakat daerah, DPD RI mempunyai kewajiban konstitusional untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional dalam kerangka mengawal otonomi daerah. Tugas konstitusional tersebut menjadikan DPD RI harus senantiasa dekat dengan masyarakat daerah dan menjaga hubungan timbal balik kepada konstituennya. Aspirasi masyarakat dan daerah perlu mendapat perhatian dan perlu diperjuangkan oleh anggota DPD RI.


PERMASALAHAN
Permasalahan dalam lembaga perwakilan adalah adanya potensi keterputusan (electoral disconnection) atau kesenjangan hubungan personal, instensitas komunikasi dan kontrol aktif para konstituen yang memilih dalam pemilu terhadap para wakil-wakil di DPD RI. Tantangan DPD RI saat ini adalah tuntutan masyarakat dan daerah yang menghendaki kinerja yang prima dari DPD RI. Oleh karenanya, perlu peningkatan profesionalitas dan kapasitas DPD RI sebagai lembaga legislatif termasuk di dalamnya kapasitas komunikasi politik yang efektif, yang perlu didukung oleh para pemangku kepentingan.

Mekanisme kerja yang belum sepenuhnya terbangun antar dua lembaga perwakilan (DPD RI–DPR RI) karena belum adanya kesepahaman fungsi, kewenangan dan tugas DPD RI khususnya fungsi legislasi, seyogyanya hal ini dapat diselesaikan dengan proses demokratis melalui mekanisme konstitusional yang bisa diterima oleh semua pihak. Intensitas komunikasi akan memberikan peluang untuk dapat saling memahami pola pikir dan ide masing-masing, dan sekaligus dapat melahirkan ide-ide besar untuk kepentingan masyarakat luas.

Pola komunikasi yang intensif baik formal maupun informal perlu ditingkatkan tetapi tanpa menghilangkan sikap kritis yang dapat mengorbankan tidak bekerjanya mekanisme checks and balances hubungan antarlembaga sebagai prasyarat bekerjanya demokrasi di Indonesia. Komunikasi politik yang dapat dilakukan oleh DPD RI adalah dengan ikut serta dalam penyusunan prolegnas, dan pembahasan RUU terkait dengan fungsi, tugas dan kewenangan DPD di DPR RI, serta penyelarasan peraturan tata tertib dan/atau pedoman mekanisme kerja DPD RI dengan DPR RI.

Sebagai lembaga legislatif yang relatif baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, keberadaan DPD RI perlu secara terus menerus diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat di daerah maupun masyarakat internasional terutama terkait tugas dan fungsi DPD dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan kepentingan daerah. Dengan adanya pemahaman yang menyeluruh tentang peran dan tugas DPD, diharapkan partisipasi masyarakat di daerah dapat memainkan peranan penting dalam menyampaikan aspirasi permasalahan masyarakat kepada DPD.

DPD RI yang tugas, fungsi, dan wewenangnya diatur dalam konstitusi dan undang-undang merupakan lembaga perwakilan yang merepresentasikan daerah yang memiliki arti penting dan strategis dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia untuk mendorong proses pembangunan dan kemajuan daerah serta mengaktualisasikan prinsip saling mengawasi dan menyeimbangkan (checks and balances) baik dengan lembaga eksekutif maupun antar lembaga legislatif.

Permasalahan yang ditemukan menyangkut perwakilan daerah dan hubungan pusat-daerah (pembagian urusan pemerintahan).

LANGKAH ANTISIPATIF
Eksistensi DPD RI telah membangkitkan harapan masyarakat agar peran DPD RI dapat lebih optimal dalam menindaklanjuti aspirasi dan kepentingan daerah pada tataran pembentukan kebijakan di tingkat pusat. Besarnya harapan masyarakat tersebut dan adanya dinamika politik di parlemen serta pelaksanaan tugas DPD RI yang semakin berkembang menuntut kesigapan Sekretariat Jenderal DPD RI dalam memberikan dukungan teknis administratif dan keahlian kepada DPD RI dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).

Meningkatkan kinerja politik anggota DPD RI melalui Institusional building, capacity building dan image building.

Persoalan-persoalan daerah dan bangsa pada kondisi kekinian dan masa depan melalui penyerapan aspirasi masyarakat dari seluruh penjuru nusantara akan diperjuangkan oleh DPD RI secara konstitusional sebagai lembaga perwakilan sebagai panduan terhadap sasaran perjuangan politik DPD RI kedepan dirumuskan dalam Renstra kepada capaian-capaian strategis.

Dalam rangka memperjuangkan aspirasi masyarakat dan daerah dalam membantu proses pembangunan dan kemajuan daerah adalah dengan menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah dengan mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi DPD RI yang dapat dilihat pada proses pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, yaitu :
1.    Dalam menyusun kebutuhan legislasi berdasarkan pada hasil inventarisasi serta pembahasan guna mendapatkan daftar prioritas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan daerah;
2.    Dalam menyusun pertimbangan RAPBN merupakan sikap politik yang didasarkan atas aspirasi masyarakat dan daerah. dan
3.    Pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang merupakan salah satu ruang lingkup tugas DPD RI sebagai amanat konstitusi. Titik tolak DPD RI dalam melakukan pengawasan ini adalah memastikan bahwa undang-undang tersebut benar-benar efektif dan dapat mengakomodir kepentingan masyarakat dan daerah.

Salah satu substansi penting dalam eksistensi DPD RI sebagai lembaga perwakilan daerah adalah membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama dengan lembaga sejenis, lembaga pemerintah, ataupun lembaga non pemerintah, baik secara regional maupun internasional dan kapasitas Alat Kelengkapan beserta Anggota di tingkat internasional. Implikasi mendasar realisasi program kegiatan di atas adalah pelaksanaan kunjungan kerja luar negeri yang dibiayai oleh APBN dan sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat.

Namun sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD RI memiliki kewajiban antara lain menaati tata tertib dan kode etik; menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada masyarakat daerah yang diwakilinya. Kewajiban tersebut adalah refleksi dari prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di lingkungan lembaga perwakilan (senat atau parlemen).

Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan yang bersifat kolektif, terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua.

DPD RI sebagai lembaga legislatif mendapatkan dukungan dari beberapa negara untuk menjadi anggota dalam organisasi parlemen regional dan internasional seperti : International Parliamentary Union (IPU), ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA), Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF). (sumber utama : Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah Sekretariat Jenderal DPD RI Tahun 2013) [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar