Halaman

Rabu, 12 April 2017

intel Melayu vs koruptor Nusantara



intel Melayu vs koruptor Nusantara

Entah karena pilon berlagak spion atau mau gagah-gahan, untuk menakuti calon korban -  tetapi bukan lawan politik – memperkenalkan diri kalau dirinya adalah intel. Laku ini dikenal dengan sebutan ‘intel Melayu’. Tak ada interelasi dan memang kebalikan dari mana ada maling yang mau mengaku. Kendati sudah babak belur karena tertangkap basah, atau minimal kepergok mempunyai niat makar.

Koruptor yang sudah mempunyai hukum tetap atas keputusan pengadilan, tetap tak mau bilang kalau dirinya adalah koruptor sejati. Hebohnya lagi, dengan dukungan pelaku industri media massa, sang koruptor tanpa malu “menyanyi” menyebut  kawan kolektif dan kelogial yang sama-sama main uang negara/daerah.

Jadi, jelas kalau koruptor tak mau jadi korban sistem. Tak mau dikorbankan untuk melindungi sitem atau orang. Akibat berada di tempat yang dianggapnya aman pada waktu yang patut dan layak, malah sehingga jadi korban OTT KPK.

Sistem hukum yang berlaku di Nusantara, karena hukum yang berkuasa adalah hukum politik dan bahasa politik, maka terpidana korupsi mendapat perlakuan dan hak istimewa. Bukan karena pada umumnya koruptor adalah orang politik. De facto dan de jure, malah dimuliakan di “tempat penginapan gratis”-nya. Napi bandar narkoba, tersangka teroris, jelas kalah pamor. Tak salah kalau penjara bisa disulap jadi hotel berbintang atau lokalisasi penggadaan uang tanpa perlu bantuan dukun manapun.

Jangankan di “tempat pembuang sementara” koruptor, selama proses penyelidkan, penyidikan maupun semua tahap di depan meja hijau, sudah tampak “kewibawaan uang” sang terasumsi korupsi. Aparat penegak hukum, otomatis menjalankan fungsi meja hijau sekaligus memanfaatkan  fungsi “bawah meja”. Sejarah sudah membuktikan, kasus kian besar, bak mégakorupsi,  maka upaya perlindungan calon tersangka begitu semakin kuat. Tapi masih belum apa-apanya dibanding kasus penistaan agama.

Yang terakhir disebut, malah membuktikan dominasi hukum politik dan bahasa politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar