diet politik untuk
memahami dan kembali ke jiwa Pancasila
Pertama. Kebijakan
ganjil-genap yang diterapkan di lalu lintas Jakarta masih menghasilkan jumlah
pelanggar yang terukur secara kuantitas. Belum ada hasil survei dari lembaga
survei berbayar atau menerima pesanan tentang kemanfaatan dan dampak
ganjil-genap.
Kedua. PLN mengadakan
pemadaman listrik secara bergilir. Kita tidak tahu apakah terjadi penghematan
daya listrik atau malah merugi. Mana mungkin PLN mau merugi. Tidak mau tahu
saat listrik padam atau mati, ada pihak yang dirugikan. Kalau untung, apalagi
menggiurkan, tentu diam, bungkam seribu janji.
Ketiga. Wakil rakyat
begitu peka dan cepat tanggap jika namanya disebut dalam kasus dugaan korupsi,
semacam mégakorupsi KTP elektronik. Merasa nama baiknya tercemar
terang-terangan, sebagai pihak yang dirugikan, dizalimi, mengalami pembunuhan
karakter oleh pihak lawan. Tetapi tidak bisa merasa apakah tindakannya
merugikan kepercayaan rakyat, merugikan negara.
Jadi, majelis pembaca yang saling
menghormati, apa korelasi ketiga kasus di atas dengan judul.
Ternyata, udara bebas di sekitar
kita, tepatnya di wilayah udara NKRI, sudah tercemar, terkontaminasi, terkena
polusi hukum politik dan bahasa politik. Bukan salah huku politik danbahasa
politik. Kesalahan utama pada si pengguna atau pemanfaat.
Seberapa jauh, dalam, luas, lama,
kuat kadar polusi politik. Memang fluktuatif, mengalami pasang surut. Namun, sesurut-surutnya
tetap membahayakan anak bangsa. Tetapi pukul rata sudah di atas ambang daya
tahan, daya dukung, daya tampung nalar, logika, akal politik penghuni
Nusantara. Eloknya, pihak pelaku, pemain, pegiat, penggila, pekerja partai
malah merasa nyaman dengan kondisi tersebut.
Kelompok yang disebut belakangan,
malah tidak merasa apakah sedang hidup di angan-angan, fantasi politik,
mengantang asap politik atau hidup di dunia nyata.
Papan pantau BMKG yang dipasang di
tempat strategis, terbaca penistaan agama, penodaan agama serta pendustaan
agama menjadi racun udara politik Nusantara.
Pasal apapun tidak bisa untuk
memperkarakan sang oknum. Karena gaya hidup, gengsi, gaul sudah menjadikan
politik sebagai aliran agama baru. Kebijakan oknum ketua umum, terlebih yang
menyandang hak prerogatif, adalah hukum. Mirip sabdo pandito ratu. Omongan raja/ratu adalah hukum yang wajib
ditaati, tanpa boleh berpikir, oleh penganutnya.
Katanya, Pancasila adalah ideologi
negara. Benar. Namun dalam praktiknya tergatungan niat dan selera penguasa. Sang
penguasa tunggal Orde Baru menjadikan wujud baru yaitu Pancasila Sakti. Sejak
reformasi yang bergulir mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, dengan gemilang
berhasil melengserkeprabonkan presiden kedua RI, Jenderal Besar Suharto. Anak
bangsa tidak tahu persis nasib keberadaan dan jati diri Pancasila.
Pancasila turun derajat, dari dasar
negara menjadi bagian dari 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara, yaitu Pancasila,
UUD NRI tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
UUD NRI tahun 1945 mengalami penyesuaian diri.
Kepentingan skenario politik jangka panjang maupun sesaat dan sesat diakomodir
dalam pasal perubahan. Secara konstitusional, sejarah masa depan bangsa dan
negara bisa direkayasa sejak dini.
Bentuk utama ragam
diet politik adalah dengan tidak mendengar berita carut-marut politik,
gonjang-ganjing politik yang diolah bebas oleh media masa. Baik sebagai ulasan
utama maupun langsung dengar pendapat dengan bandar politik, dalang politik,
sutradara merangkap pemain utama sampai cecunguknya, begundalnya atau
relawannya.
Jangan lupa,
memang jangan abaikan justru banyak pihak bisa hidup dengan menjala di air
keruh. Kalau perlu sekalian ikut memperkeruh suasana. Apalagi dengan
difasilitasi jabatan, bisa berdalih demi keamanan negara. Jangan sampai bandar
narkoba, sindikat narkoba dunia menganggap dan menetapkan Indonesia sebagai
negara wisata narkoba.
Politik kultural
Nusantara kalah pamor dengan politik pemakan segala. Terlebih, lebih-lebih
sudah banyak pihak siap-siap beranai mati, berjibaku, pasang badan, pasang
kuda-kuda mengamankan jalan menuju [emilihan umum presiden dan wakil presiden
di tahun 2019. Penistaan demokrasi, penodaan demokrasi dengan cara mudah yaitu
memberi stigma makar kepada pihak yang ingin menggeliat penat, jenuh dengan
suhu politik yang kian menyesakkan dada. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar