walau saya lebih bodoh, tetap saja
Pemirsa membaca judul terbawa emosi ‘saya’. Manggut-manggut
tanda paham tanpa tengok kanan kiri. Yakin
saja. Karena daya batinnya mengiyakan. Bayangkan usai tuntas simak akan
mendapatkan fakta tak terduga. Mencetak
judul sederhana lewat proses tidak sederhana. Kemauan plus kemampuan di
atas rata-rata standar lokal.
Pilihan kata utawa diksi, semakin
menunjukkan bobot. Daya pikat, potensi pukau wujudan kalimat memudahkan daya cerna pemerhati, pengamat. Tanpa niatan membaca, mencari
acuan karya tulis atau motivasi iseng-iseng saja. Siapa nyana nanti akan
mendapat tangkapan tidak seperti biasanya.
Judul bahkan utuhnya. Terlintas saat
bersila di masjid kompleks, tunggu azan isya’. Memahami jamaah sejak maghrib. Menyerap kata hati yang terasah. Kontak batin
dengan-Nya. Khazanah bakalan judul
memperkaya kaya hati. Bilamana keadaan memaksa untuk angkat bicara, unjuk diri.
Seolah bukan dia yang bicara.
Begitulah sejatinya keterkaitan
dengan prosesi judul yang menggunakan lema’saya’. Bukan ‘aku’. Benang merah cerdas spiritual
sosial dengan cerdas diri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar