jangan kamu vs kamu jangan
Langka
kejadian. Orang rebutan mau memandikan jenazah. Bukan karena sosok, ketokohan
alm / almh. Keberkahan dari si pembawa kebaikan. Fardhu
khifayah, terlebih sudah ada petugas dari DKM setempat.
Teruji kebaikannya, tetap tak mau dipuji, disanjung. Karena merasa semua orang bisa,
bahkan lebih baik ketimbang dirinya.
Kondisi perwatakan manusia sesuai
kategori, sangat mengharukan. Kinerja diri selang 24 jam diwarnai keterbolak-balikan jiwa, rohani maupun spirit
spiritual. Semua hari dianggap baik, bebas mau berbuat apa saja,
bertindak asal-asalan. Rambu-rambu kehidupan yang bersifat tabu, pamali, ora ilok dianggap normatif, pasal adat.
Mayoritas, aklamasi, arus utama
kehidupan harian melakukan hal begituan. Di kejadian nyata, rasanya sebagai hal
layak, lumrah, lazim, kaprah, jamak, umum, wajar
Jalan dan jembatan di DKI Jakarta dibangun
dari dana lokalisasi dan legalitas judi. “Kalau tidak suka, jangan lewat sini!”:
ujar Bang Ali. sang gubernur.
Kalau tidak tégaan, mégatéga, anéka
superméga . . . jangan main politik. Main gundu. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar