tak ada pakar, mantan napi pun jadi
Kejadian
yang tak masuk akal sehat manusia sehat, secara konstitusional bisa terjadi dan
terjadi lagi. Tentunya setelah proses penyesuaian
dengan gejolak zaman dan tuntutan peradaban. Nilai jual pelaku tunggal tipikor,
pasca tebus dosa, langsung melejit. Posisi aktor intelektual, aman-aman saja.
Aksi lenyap terdakwa tipikor atau kasus politik tingkat nusantara, bukan hal
baru dan tabu di rimba belantara hukum tak
bertu(h)an. Reformasi birokrasi terasa nyata lewat pangkas bawah birokrasi
sipil. Beririsan dengan pola bagi-bagi kursi jabatan jenderal di
birokrasi militer. Alat negara praktis dan taktis menjadi alat penguasa.
Format multipartai
sederhana membuka peluang kepada pihak manapun, untuk unjuk jati diri.
Spesifikasi bakalan kader parpol abangan tidak mengutamakan moral kebangsaan. Baik
kata media massa artinya ybs layak diterima secara umum. Tanpa catatan atau
embel-embel. Sering jual tampang di media massa
arus pendek. Tanda masih punya penggemar. Kian berklas jika masuk kategori kader kutu loncat vs penyusup di depan mata. Modus apapun halal secara konstitusional. Asas
serbatéga, mégatéga, anékatéga menjadi landasan moral
partai, agar tetap eksis di setiap pesta demokrasi.
Politik
kenusantaraan bukan nyaris, bahkan sudah bulat dalam hati dianggap agama bumi.
Loyal total ke
pemunya partai, tanpa mikir sing ora-ora. Modél modal téga-tégaan selaku budak
politik, boneka politik, bangsa kuli,
mental inlander. Episode kaé pejah gesang gawé nelongso bebrayat. Piyè yèn isih
urip. Medèni simbah. Urip sepisan, tancap gas. Anti salib sigap saling
libas. Aji mumpung vs mumpung aji. Sadar diri kalau hanya dijadikan tumbal
politik. Jelang babak akhir kaping pitu. Cari pegangan hidup agar tak terhanyut
arus deras revolusi kerakyatan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar