kenapa harus aku vs mengapa bukan saya
Pemirsa lintas
peradaban. Keluhan mendasari dua subjudul. Kondisi peruntungan, pernasiban
tidak sama, beda tipis tergantung sikap pesimis, bahkan layak kontradiktif.
Manfaat sampingan menjawab femonena ‘ini aku’, ‘aku ini siapa’, ‘aku tidak ada
kecuali’. Sekaligus menjelaskan ‘teman’ adalah yang selalu menemani Anda dalam
suka dan duka. Pemirsa paham pihak yang berwenang menetapkan ‘harus’ sekaligus
memutuskan ‘bukan’.
Lalu bagaimana status
dinamis kata ‘saya’. Seperti ada beda kasta dengan kata ‘aku’. Dua kondisi
‘sama tapi tak sebangun’ ini membuka peluang kompetisi berbuat kebajikan.
Sesuai spesifikasi teknis masing-masing. Bukan saling mengungguli atau adu
unggul. Tentu bukan seperti rombongan orang buta meraba seekor gadjah yang
sama.
Loyalitas penganut
sesuai kadar keyakinan, tataran keilmuan dan pengalaman hidup. Bak siang dan
malam. Dua jiwa dalam satu wadah. Jiwa yang lembut, jiwa yang tenang. Korelasi
dengan raga, tidak selalu bersemayam di tubuh gemulai. Bak pria tulang lunak. Pria
berotot bukan jaminan nyalinya tegar.
Kejadian yang dihadapi manusia memang bukan pilihan. Jauh dari hukum sebab akibat. Sama-sama diuntungkan pada kompetisi internal, bukan solusi cerdas. Skala moderat dimungkinkan adanya rivalitas saling jaga-jegal-jugil. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar