Halaman

Jumat, 20 Desember 2019

tata pangan mbokdé mukiyo, dudu tatap angan-angan


tata pangan mbokdé mukiyo, dudu tatap angan-angan

Dunia saja mengurus pangan. Apalagi negara. Sandang, pangan, papan menjadi tolok ukur sejahtera plus sehat suatu bangsa. Nusantara tanpa gembar-gembor sudah membuktikan. Sesuai demokrasi perwakilan. Wujud nyata sejahtera plus sehat sudah terwakili pada kelompok masyarakat tertentu.  Pada lokasi terpastikan karena potensi lokasi dan unggulan SDM.

Konsekuensi logis yuridis negara yang selalu berkembang. Tahu-tahu berkembang sendiri tanpa sentuhan pihak berwajib. Sampai yang susah berkembang. Tak jarang malah layu, gugur, tumbang jauh waktu dari masa berkembang. Pukul rata, daya belanja anak bangsa pribumi nusantara masih jauh di atas kemampuan daya beli rakyat kebanyakan.

Bukan pada pemasukan per bulan. Lebih kepada pengeluaran per bulan. Ikhwal ini membuat ekonom global iri dengan aliran ekonomi Pancasila. Pola hidup, gaya hidup sederhana yang dicontohkan oleh kawanan penyelenggara negara sampai ke akar-akarnya.

Negara mawa tata, desa mawa cara. Kontraktor politik yang sedang naik daun, punya aturan main tak tertulis. Rakyat hanya tinggal sendiko dawuh. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar