tata pangan mbokdé mukiyo, dudu
tatap angan-angan
Dunia saja mengurus pangan. Apalagi negara.
Sandang, pangan, papan menjadi tolok ukur sejahtera plus sehat suatu bangsa. Nusantara
tanpa gembar-gembor sudah membuktikan. Sesuai demokrasi perwakilan. Wujud nyata
sejahtera plus sehat sudah terwakili pada kelompok masyarakat tertentu. Pada lokasi terpastikan karena potensi lokasi
dan unggulan SDM.
Konsekuensi logis yuridis negara
yang selalu berkembang. Tahu-tahu berkembang sendiri tanpa sentuhan pihak
berwajib. Sampai yang susah berkembang. Tak jarang malah layu, gugur, tumbang
jauh waktu dari masa berkembang. Pukul rata, daya belanja anak bangsa pribumi
nusantara masih jauh di atas kemampuan daya beli rakyat kebanyakan.
Bukan pada pemasukan per bulan. Lebih
kepada pengeluaran per bulan. Ikhwal ini membuat ekonom global iri dengan
aliran ekonomi Pancasila. Pola hidup, gaya hidup sederhana yang dicontohkan
oleh kawanan penyelenggara negara sampai ke akar-akarnya.
Negara mawa tata, desa mawa cara. Kontraktor
politik yang sedang naik daun, punya aturan main tak tertulis. Rakyat hanya
tinggal sendiko dawuh. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar