Halaman

Selasa, 10 Desember 2019

politik Dajjal nusantara, benci tapi banci


politik Dajjal nusantara, benci tapi banci

Pelaku, pegiat, pelakon, petugas, pekerja partai tidak menjadi hak manusia politik alias kader. Siapa saja bisa tampak sibuk. Pakai istilah politik transaksional. Wajar jika resmi ada anggaran demokrasi sampai biaya politik maupun kurs tengah kursi. Tarif jalur cepat, jalur pendek, jalur pintas tentu beda dengan pola karier. Tak perlu merintis dari nol. Tak pakai cara menapak dari bawah.

Carut-marut keperpolitikkan nusantara kian semrawut. Manusia ekonomi langsung tindak turun kaki tangan. Alat negara yang bak biro jasa aman dan tahan, dipastikan duduk manis di kursi barisan pembantu presiden. Barometer kedewasaan politik, lihat betapa interaksi aksi trias politika.

Manusia hukum berbasis negara Indonesia adalah negara hukum. Siapa  pun yang behadapan dengan hukum, nasibnya ditentukan oleh aparat penegak hukum dan keadilan. Pihak mana pun yang bermasalah hukum, jelas pada pasal masalah hukum. Hukuman yang akan diterima sesuai rasa adil, efek dari jual beli perkara.

Pemangsa segala berlaku umum pada sepak terjang, saling libas, tebas di tempat, gebuk duluan rembuk belakangan . . . ternyata sudah ketinggalan omzet. Tenaga dalam juga tidak mempan, malah balik bak senjata makan tuan.

Daripada tersungkur lebih baik main sangkur. Itulah jadi-jadiannya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar