sertifikasi ahli masjid
pemerintah umat Islam nusantara
Berawal dari fakta sejarah berlapis, menerus, berkelanjutan
maupun pakai sistem periodik. Semakin orang berakal maka tindakannya terbalik
lurus dengan modus aksi manusia tak berakal. Akal manusia yang mengingkari
fitrah diri, terbolak-balik sesuai.
Daya tanggap vs daya anggap saling berebut dominasi
klasemen kategori manusia bebal segala arah. Masyarakat
Indonesia sejak dooloe kala memang majemuk segala aspek kehidupan dunia dan
akhirat. Kemajemukannya terasa nyata tersegmentasi dan terfragmentasi.
Penyelenggara negara melalui pola koalisi pro-pemerintah
dan sebaliknya. Wakli rakyat perang
batin tak berkesudahan. Stigma orang partai menjadikannya bak robot politik. Tak
pakai mikir.
Perimbangan birokrasi sipil vs birokrasi militer, masuk
oplosan tanpa hukum keseimbangan. Pakai asas pertimbangan balas jasa, balas budi.
Agenda terselubung kemapanan semu plus deradikalisasi abal-abal. Akumulasi pola
penjajah bangsa asing mewujud menjadi modus pengawasan melekat vs penindakan
dini.
Bisa terjadi pasar lesehan, pasar pagi, pasar dadakan
menjadi obyek kebijakan pemerintah. Liwat aparat penegak hukum, alat negara
lokal, pemerintah berkwajiban memantau asas taat rakyat berjual-beli, bertransaksi pangan imopr. Apalagi terhadap
pasar yang dibangun memakai ULN. Iseng tanpa niat belanja, terkena sanksi di
tempat.
Menjaga wibawa surau, langgar, mushola maupun masjid yang
pakai APBN, APBD agar tetap makmur. Jamaah
diutamakan yang sudah mengikuti program dan atau kegiatan bela masjid. Tanpa seragam, atribut sholat standar negara, dilarang masuk. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar