Halaman

Jumat, 27 Desember 2019

kuat hati karena tahu lemah diri


kuat hati karena tahu lemah diri

Di hadapan-Nya, apalah arti diri ini, apalah awak ini. Tak ada apa-apanya. Apa pula yang bisa dibanggakan, yang bisa disombongkan. Semua berasal dari-Nya.             

Mudahnya, kita adop ujaran anak cucu ideologis penggali ‘nasakom’: “yang tak pancasilais, oncat dari nusantara”. Dibalikkan ke ybs, “yang tak percaya hari akhir . . . , pindah dari muka bumi”. Cari lokasi lain selain bumi ini.

Kembali ke niat awal. Antara bercermin, berkaca dengan mawas diri, evaluasi diri sejak dini secara mandiri, muhasabah, tentu ada persamaan sekaligus perbedaan. Riwayat di akhirat, dikisahkan secara gamblang di Al-Qur’an. Pihak yang menyombongkan diri di dunia, karena banyak penggemar. Efek dari status kuasa, kuat, kaya yang disandangnya.

Saat bercermin, untuk mematut diri. Sigap mengendus bagian mana yang perlu divermak. Pihak mana yang perlu digeser atau ditambal sulam. Manipulasi anggota kelengkapan wajah. Pipi dimodifikasi agar tahan benturan. Irung lebih ditonjolkan atau didongakkan, agar mudah bernafas. Gampang sedot udara lokal. Dan seterusnya bersifat pribadi, individual.

Tarik mundur dari kejadian tembus waktu. Sadar diri. Bukan karena merasa menjadi orang baik, benar, betul, bagus. Tanpa goresan, tanpa noda, bebas dosa. Kehati-hatian – tawakal – agar terhindar dari jebakan dosa kecil. Setiap kaki melangkah, diiringi argo catatan dosa atau argo amal oleh malaikat.

Sadar diri, frasa kuncinya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar