negara sakit sedang, tukang récok vs biang kérok
Memang, berpolitik tidak pakai ilmu. Simak fakta,
menyimak perilaku manusia politik, tak perlu pakai kacamata moral. Pelaku politik
tidak harus politisi sipil, manusia politik atau alat negara. Kecuali kalau mau
masuk jajaran elite partai. Minimal punya imu pengganda uang. Itu doeloe.
Sekarang, pasal fakta, bukti bukan sebagai. Meningkat menjadi
bahan baku siap goreng garing garang. Anak bangsa pribumi segala ukuran jenis
kelamin. Tanpa diminta, dengan sedikit umpan, langsung menyalak ke segala arah
penjuru. Kian besar umpan, sugap pasang badan bela majikan, kawal juragan.
Sejatinya, pola politik nusantara tak sampai sebegitunya.
Yang terekam awak media berbayar, yang disajikan untuk konsumsi umum, bak
puncak gunung es di samudera tak bertepi. Tak mungkin rasio ideal satu aparat
bertugas mengawasi sekelompok masyarakat yang bergerak bebas. Mirip intel
melayu. Apa guna CCTV atau daya endus biro jasa rasa aman bermasyarakat.
Kaum bangsa, suku bangsa, anak bangsa pribumi merasa jika
berpolitik, pakai ilmu ekonomi. Modal cangkem sendiri, memanfaatkan ujung jari
tangan liar di medsos. Merasa pahlawan tanpa lawan.
Ahli omong – omdo utawa omong doang – karena latah. Jurus
sumbu pendek. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar