radikalisme untuk merdeka vs
premanisme agar kuasa
Sama-sama berproses demi tujuan
masing-masing. Gerakan bebas dari penjajahan bangsa asing, Belanda, bersifat sporadis.
Mudah dipatahkan oleh serdadu Belanda dan antek-anteknya. Kerajaan nusantara
tak kurang gigih angkat senjata. Perjuangan kedaerahan diatasi Belanda dengan
politik adu domba, langsung di lapangan.
Perjuangan di atas kertas sampai
diplomasi. Gerakan kebangsaan untuk merdeka menjadi peletak dasar pondasi negara
dan demokrasi negara. Gejolak dan pergolakan zaman. Kemerdekaan bukan hadiah,
kado dari Jepang atau bangsa lain maupun
sekutu dan atau bangsa asing.
Anak bangsa pribumi
nusantaraberguguran demi kemerdekaan, tegaknya tanah air. Tanpa pamrih, ambisi,
angan-angan berkuasa atau raih kedudukan. Zaman kemerdekaan dan merdeka cukup
sekali. Banyak pihak merasa berjasa. Merasa berhak mendapat warisan 3K (kuasa,
kaya, kuat). Struktur pemerintahan sebagai given atau terberi.
Raihan kursi pesta demokrasi, bahkan
mulai pilkades adalah rayahan, arisan atau praktik jual beli kursi. Berharap kursi
tiban berkat keringat kakek nenek moyang orang pelaut, masyarakat agraris. Sekali
nikmat duduk vs duduk nikmat, akan duduk lagi. Duduk lagi. Duduk lagi. Sepasang
pantat butut butuh aneka bentuk dan
ukuran kursi.
Gerakan kedaerahan tak cukup
diakomodir dengan otonomi daerah. Penambahan provinsi dan atau pembentukan
kabupaten/kota anyar dengan dalil pemerataan kursi. Pilkada kian mendaulat
dinasti politik berlanjut dan menjelma menjadi pemerintah bayangan. Anggaran demokrasi,
biaya politik, politik anggaran vs anggaran politik.
Serangan fajar jelang hari-H
coblosan cuma percuma jadi obyek rakyat pemegang hak pilih. Pakai daya jelajah,
daya penetrasi memanfaatkan teknologi yang doyan nasi, atau bahan bakarnya Rp
atau valas. Praktik gelembung suara menjadi daya tarik partai politik papan
atas. Karena berbanding lurus dengan raihan kursi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar