servis politik
plus-minus, bahasa tubuh vs ekspresi wajah
Abaikan definsinya, kata ahli atau
model baku. Tampang kriminal bukan jaminan kandungan hati. Jiwa tak identik
dengan perawakan, postur, raut tubuh. Lagak garang, saat tampil di panggung, muncul
suara keibu-ibuan.
Modal manusia politik di tayangan
langsung, bersilat lidah sudah kuno. Oplosan sesuai judul. Modal akting itu
baru cerita awal. Otot penggerak senyum beda jumlah dengan pembentuk wajah
siap. Sikap tubuh sempurna memang bisa dibentuk, dilatih dengan gemblengan.
Cerminan jiwa religi maupun adab
diri bersifat alami. Bangun tidur atau gaya spontan, refleks sebagai daya hati.
Bukan berarti yang ‘sumbu pendek’ saja yang mampu jujur, apa adanya vs adanya
apa, tanpa sempat merekayasa masukan. Semua ini sifatnya pribadi dengan
kepribadian yang masih utuh, murni, belum terkontaminasi. Daya tangkal religi
mampu menapis dan menepis serbuan.
Manusia dengan beban kerja. Serta merta
pakai topeng pengaman atau berlindung di bawah ketiak. Jangan-jangan, merasa di
bawah tekanan asing, langsung tampak berbuat banyak. Kebijakan politik mampu
mengaduk-aduk dan atau mengudak-udak persatuan, kesatuan, keutuhan bangsa mulai
dari akar rumput.
Akankah karena antara ideologi
dengan idiot-logi, beda tipis. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar