antar pecundang saling
libas
Tentunya tidak pada pasal hidup beradab. Terjadi di
belantara rimba nusantara tak bertuan. Mirip laga kandang Persija vs Persib.
Musuh bebuyutan sampai anak cucu biologis, yuridis, ideologis. Di luar lapangan
hijau, perang tanding, kolosal lebih atraktif. Tubuh lawan menjadi bola.
Beringas loyalis seolah mereka tak hidup di bumi Pancasila.
Tawuran antar pelajar dua sekolah yang seteru sejak
periode Orde Baru. Hanya bisa disaingi oleh laga antar beda pilhan di pilpres
kapan pun. Pasca pilpres, perseteruan kian menjadi-jadi. Semua jurus dan
andalan dipakai tanpa sungkan. Modal cangkem menjadi andalan. Pembunuhan
karakter hal biasa.
Ujung jari sigap 24 jam, mata pantau layar minitor gawai.
Siap luncurkan kata racun, senjata pemusnah masal. Duduk manis tanpa tahu siap
yang jadi korban olok-olok politik. Anak bau kencur mahir olah gawai. Sadar menjadi
penebar, penabur berita fasik. Merasa menghadapi lawan, seteru yang tangguh.
Padahal kalau musuh datang menyerbu. Melihat kawanan
loyalis penguasa malah iba hati. Pilih mundur hemat harga diri. Naluri, insting
mereka berbisik, itu kawanan loyalis penguasa tak perlu ditewaskan. Nanti juga
mati sendiri. Bilamana perlu, bagi-bagi kursi plus nasi bungkus atau sertifikat
layak hidup. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar