Halaman

Selasa, 03 Desember 2019

menulis tanpa ada “bukti” yang ditulis

menulis tanpa ada “bukti” yang ditulis

Menulis tetapi seolah-olah tidak  ada yang ditulis. Tak ada kesan sudah menulis. Kosong, bahkan tak berbekas. Entah hobi, iseng, bisanya atau tuntutan umur. Begitu mengakhiri sebuah produk olah kata, terasa lega. Sebagai bahan tayang di blogspot atau dikirim. Dikirim liwat email, acap lupa judul.  

Bikin lega plus, di alenia terakhir, tersirat tema, judul. Info statistik, berharap “1 jam 1 pemirsa”, abaikan. Terus asah otak agar tak pikun dini. Jiwa tenang akan memapu menangkap sinyal alam. Ocehan anak liwat, menjadi sumber inspirasi.  Tak perlu lihat ke atas. Sambil jalan cepat, ikhtiar nyata terukur memperlambat  penuaan dini.

Bersyukur bukan karena pernah menulis. Akumulasi ‘pernah menulis’ bukan jaminan diri layak merasa menjadi penulis. Sama halnya orang yang gemar buka mulut, tak identik sebagai pembicara. Ahli omong – omdo utawa omong doang – karena latah. Jurus sumbu pendek. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar