Peta Politik dan Pengkaplingan
Nusantara
Bermula
dari Keluarga Cendana, dengan asas ‘atas
kehendak rakyat’ maka 6x pemilu di zaman Orde Baru berhasil memposisikan
presiden kedua RI sebagai penguasa tunggal sampai lebih dari 32 tahun.
Bagiamana selama itu Suharto memperkokoh barisannya, bukan sekedar
kemiliterannya.
Pasca
Orde Baru marak strategi politik dengan sebutan dinasti politik. Otonomi daerah
kian memberi ruang, khususnya pada daerah lumbung suara kendaraan politik pak
Harto. Diimbangi dua partai politik peninggalan orba.
Akar
feodalisme, sistem monarki, efek samping otonom daerah, peninggalan paham ‘nasakom’
diperkaya trah darah politik, diperkuat pemenang pemilu mengambil semua kursi
trias poliika, dinasti politik menjadikan dinasti politik sebagai model utama. Strategi
politik untuk melanggengkan kekuasaan yang sudah di tangan, dengan cara
pewarisan. Secara garis vertikal ke bawah (anak cucu yuridis, biologis,
ideologis) atau garis ke samping, dan atau kombinasinya.
Tak bisa
lepas dari fakta sejarah. Pihak yang memotori, mendeklarasikan, memproklamirkan
daerah otonomi baru, otomasti menjadi pemilik, penguasa daerah. Pertimbangan politik
lebih dominan pada pemekaran wilayah. Ketimbang arisan kursi, lebih baik
menambah jumlah kursi. Faktor historis lain, pihak pendiri partai politik,
otomatis parpol menjadi usaha keluarga, industri rumah tangga politik.
Peta
politik berdasarkan lumbung suara pada pilkada, penetapan dapil menjadi
barometer eksistensi klan politik. Politisi sipil kian kalah pamor dengan pemunculan
alat negara. Efek nyata dari latar belakang pak Harto dan SBY. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar