Halaman

Kamis, 26 Desember 2019

Peta Politik dan Pengkaplingan Nusantara


Peta Politik dan Pengkaplingan Nusantara

Bermula dari Keluarga Cendana, dengan asas  ‘atas kehendak rakyat’ maka 6x pemilu di zaman Orde Baru berhasil memposisikan presiden kedua RI sebagai penguasa tunggal sampai lebih dari 32 tahun. Bagiamana selama itu Suharto memperkokoh barisannya, bukan sekedar kemiliterannya.

Pasca Orde Baru marak strategi politik dengan sebutan dinasti politik. Otonomi daerah kian memberi ruang, khususnya pada daerah lumbung suara kendaraan politik pak Harto. Diimbangi dua partai politik peninggalan orba.

Akar feodalisme, sistem monarki, efek samping otonom daerah, peninggalan paham ‘nasakom’ diperkaya trah darah politik, diperkuat pemenang pemilu mengambil semua kursi trias poliika, dinasti politik menjadikan dinasti politik sebagai model utama. Strategi politik untuk melanggengkan kekuasaan yang sudah di tangan, dengan cara pewarisan. Secara garis vertikal ke bawah (anak cucu yuridis, biologis, ideologis) atau garis ke samping, dan atau kombinasinya.

Tak bisa lepas dari fakta sejarah. Pihak yang memotori, mendeklarasikan, memproklamirkan daerah otonomi baru, otomasti menjadi pemilik, penguasa daerah. Pertimbangan politik lebih dominan pada pemekaran wilayah. Ketimbang arisan kursi, lebih baik menambah jumlah kursi. Faktor historis lain, pihak pendiri partai politik, otomatis parpol menjadi usaha keluarga, industri rumah tangga politik.

Peta politik berdasarkan lumbung suara pada pilkada, penetapan dapil menjadi barometer eksistensi klan politik. Politisi sipil kian kalah pamor dengan pemunculan alat negara. Efek nyata dari latar belakang pak Harto dan SBY. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar