menu teguk manusia padat
umur, kopi hitam pahit bening dioplos
Judul sudah menjelaskan. Kelanjutan terserah peminat. Semua
punya pengalaman “pahit”, bahkan nyaris jadi menu harian. Itulah hidup. Belajar
dari pengalaman orang lain, lebih praktis daripada malah mengulang kesalahan
orang lain. Dengan versi beda, beda-beda tipis. Selama masih doyan nasi. Secuwil
kejadian dalam hitungan detik, akan mempengaruhi timbangan amal.
Memanjakan nikmat lidah dengan asupan gizi cair. Model gado-gado,
murni tapi campur, aneka sumber berlaga di satu wadah. Semakin cair dan berair,
diblender. Hasil akhir, amburadul. Bertambah umur berbanding lurus dengan
berkurangnya gigi, memudarnya penglihatan, daya telinga kian sayup.
Kopi bubuk hitam non instan, seduan pertama masih total
aroma iramanya. Seduan berikutnya masih tersisa rasa kopi. Selama air tampak
hitam, bukti bubuk kopi tulen. Tanpa rasa, warna buatan. Antisipasi dampak
minum kopi bagi jantung pelanjut usia. Sekedar rasa kopi. Ampas bisa jadi
pupuk.
Kawan setia kopi bernama susu bubuk. Bisa diganti dengan
bubuk kedelai, ini baru cerita. Pasal aseli tidaknya bubuk kedelai. Asumsi pakai
biji kedelai. Bagaimana proses, bisa mirip instan tanpa ampas atau mengembang. Aman
bagi lambung yang sudah banyak makan asam garam kehidupan di dunia.
Tegukan terakhir mengiringi akhir jatah umur dan atau
usia umat manusia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar