anak putu idéologis
mbokdé mukiyo, dudu idiotlogis
Seni pertunjukan olah kata dan tata
kalimat. Melihat judul saja, sudah tergambarkan keutuhan. Bisa berupa satu kata
atau judul akademis. Bahasa hukum, satu
kalimat karena hindari salah tafsir, multitafsir bisa menjadi satu alinea, paragraf.
Produk hukum tentang sesuatu. Kalimat ‘sesuatu’
bisa butuh waktu eja.
Memperkaya judul dengan dalil
ungkapan idiom, kata majemuk. Serapan kata
di masyarakat sedemikian merasuk. Daya ingat
beda dengan daya rekam. Langsung ke contoh yang pengguna akhir masih bebas
aktif. Kawanan peolok-olok politik, tahu sebutan berungkapan. Langsung dimanfaatkan
untuk semua makian, nistaan.
Lapangan kerja di nusantara begitu
sangatnya. Tak ada pengangguran walau modal tangan di bawah, telapak tangan
menghadap ke atas. Kembalikan ingatan ke judul. Pertama “kridha lumahing asta, menerima apa adanya vs
menerima adanya apa”. Kedua “pendulum politik nusantara, kridha lumahing asta vs pejah gesang ndèrèk
panguwasa”.
Gaya bahasa politik enak di mulut. Macam
olok-olok politik. Manusia politik wajib punya kamus politik, bahasa politik
dan sejenisnya. Penyakit politik nusantara membuat WHO girang. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar