gembala domba aduan vs
peternak ayam sayur
Hakikat pendidikan dan atau pengajaran nasional, dianggap sesuai cita-cita bangsa. Jika
mampu mencetak manusia nusantara luar-dalam. Plus memperkokoh kerangka kemuliaan martabat
manusia sesuai fitrah. Gejolak politik dalam negeri kian laga bebas. Saling
libas antar sekutu. Dibutuhkan sosok
manusia serba berketahanan.
Ramuan memuliakan martabat manusia, di antara kuat
melarat, keserakat sampai kuat pangkat, derajat. Manusia acap dicap, disebut homo homini lupus, yang
berbahaya bagi sesamanya. Bersaing meraih tujuan yang sama, menjadikan manusia
menjadi siap menjadi pemangsa segala. Pakai dalil megatega, kalau tidak tega impian tinggal
impian.
Demi mewujudkan impian, ambisi, pamrih maka memang harus
teganian. Teganya-teganya. Tak ada batas jelas antara sekutu dengan seteru. Tak
ada ikatan morak politik antara sesama kawanan. Yang ada adalah kesetiakawanan
semu. Bagi hasil jika memang sokongan, dukungan di atas rata-rata nasional,
jauh melangkahi bantuan politik.
Antar manusia sigap saling libas dalam lipatan. Tak ada
pasal nista untuk saling mengorbankan. Ada pasal asing “bellum omnium contra omnes” (perang semua melawan
semua). Manusia tergolong sebagai makhluk homo homini socius. Artinya, manusia
sebagai mitra sosial bagi manusia lainnya, selain sebagai makhluk individu yang
memiliki jati diri (citra, pesona, wibawa). Soal yang diperebutkan adalah
barang yang sama, bisa tahu sama tahu.
Pencitraan utawa personal branding banyak jurus. Fitrah
kemanusiaan secara hakiki adalah ingin rasa aman, nyaman, tentram melaksanakan
kehidupan bersama di semua tahapan dan jenjang.
Cetak ulang. Homo homini lupus merupakan ungkapan
Latin yang berarti “manusia adalah serigala bagi manusia sesama.” Nusantara surplus
manusia bebal, manusia politik dan sebangsanya. Peolok-olok politik secara
sadar berperilaku serigala.
Ironis binti miris. Ungkapan “serigala berbusana,
beratribut domba” diadob dari aneka kisah peradaban abadi di nusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar