Halaman

Rabu, 11 Desember 2019

#nusantaraSigap24jam, antikorupsi vs mengamankan peluang


#nusantaraSigap24jam, antikorupsi vs mengamankan peluang

Wajar tanpa nalar, itulah praktik benderang demokrasi nusantara. Ukuran kursi menentukan tarif dan harga jual. Apalagi di struktur legislatif. Jabatan terkait fungsi anggaran atau terkait dengan K/L dengan APBN/APBD 10 besar. Ada kursi ada tikus berdasi.

Jual beli suara pemilih. Tidak pakai serangan fajar. Kawal surat suara. Cegat di titik kritis yang menjadi ajang lelang. Semua pihak harus peka terhadap tantangan peluang. Bukan karena sekali datang. Kalau tak dipancing tak akan mampir. Main untung-untungan yang bisa untung atau malah buntung.

Korupsi suara pada pesta demokrasi. Sekedar kesalahan administrasi. Sistem perhitungan atau rekapitulasi, tergantung daya tahan manusia. Pakai asas ‘satu orang satu suara’ menjadi maknawi. Terjadi pasal tak tertulis pemerataan suara. Tanpa diminta, pihak yang berkepentingan merasa wajib T3. Daya tahan komisi perhitungan suara, tergantung kuat-kuatan antar pihak.

Selama rancangan uang negara naik tiap tahun akan berbanding lurus dengan meningkatnya modus tikus berdasi. Kasus tipikal, berulang, memancing uang dengan uang. Di pintu utama masuk bandara, pelabuhan besar bisa mendeteksi “barang tak bertuan”. Namun pelabuhan bebas bak jalan tikus maupun transaksi terapung, bebas dari radar.

Atau, tahu-tahu tahu dan tempe asing terjual santai di pasar tradisional. Kapan datangnya, bukan konsumsi rakyat.

Melihat hasil akhir saja tanpa menyimak bagaimana prosesnya. Pengawasan akan sia-sia. Setiap langkah birokrasi sipil maupun birokrasi militer adalah peluang. Tol laut tidak bisa tutup mata akan tetap adanya penyelundupan tradisional.

Korupsi tidak sekedar penyelundupan uang dari tangan ke tangan. Ingat semboyan, demokrasi tanpa uang hanya jalan di tempat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar