Halaman

Kamis, 12 Desember 2019

Sinyal Politis Presiden Kepada KPK


Sinyal Politis Presiden Kepada KPK

Presiden mewacanakan hukuman mati bagi koruptor. Pasti akan menimbulkan reaksi pro dan kontra. Tanggapan dari partai politik tak akan lepas dari rekam jejak sejumlah kadernya yang menjadi warga binaan kasus tipikor. Bukan murni bahasa hukum, demi menegakkan hukum. Korupsi tidak sekedar penyelundupan uang dari tangan ke tangan. Ingat semboyan, demokrasi tanpa uang hanya akan jalan di tempat.

Asumsi rakyat lebih simpel, praktis dan sederhana. Mengacu episode “Buaya vs Cicak” seolah presiden tak mau kalah akal. Melontarkan wacana bak gaya kontra produktif, terselubung. Bisa sebagai lampu kuning bagi Komisioner KPK 2019-2023. Target fisik dan sasaran fungsional KPK tak bisa ditetapkan tiap tahun anggaran. Analog dengan tindak cegah tangkal aksi teroris.

Ruang gerak OTT KPK perlu restu pihak pengawas. Pengguna APBN/APBD seolah mendapat jaminan aman-aman dari jangkauan KPK. Demi tercapainya pembangunan ibukota negara baru. Parpol koalisi pro-penguasa liwat wakil rakyat, pembantu presdien, tak perlu was-was jika melakukan kesalahan administrasi. Bahasa jelasnya, “sesama buaya jangan saling makan”. Plesetan pariwara “buaya makan buaya”.

Semua pihak potensial pelaku tipikor, wajib peka terhadap tantangan peluang yang penuh aneka jebakan. Melihat hasil akhir saja tanpa menyimak bagaimana prosesnya. Pengawasan akan sia-sia. Setiap langkah pengguna anggaran, birokrasi sipil maupun birokrasi militer adalah peluang. Pengawasan melekat vs penindakan dini,  tidak bisa tutup mata akan tetap adanya” penyelundupan tradisional”. Korupsi esatafet, sistem kurir serta modus teranyarkan.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar