biarkan orang jujur
menilaimu
Dengan catatan, tahu tempat untuk menempatkan diri. Tahu
diri untuk membawakan diri. Tahu waktu untuk buka mulut. Jangan abaikan jika
sudah menangkap sinyal aroma irama daerah tujuan atau rute yang akan diliwati.
Sah-sah saja dengan adat, kelaziman melangkah keluar rumah. Beda waktu akan
beda proses. Kendati proses harian yang rutin, tipikal, menerus, berulang.
Memutar ulang kehidupan.
Cerita jadi lain ketika ada pihak
yang merasa “menemukan” nilai dasar religi yang lebih modern. Pemurnian akal
selama bereligi sambil mematut riwayat diri dengan laju peradaban berbangsa dan
bernegara. Toleransi atau sama-sama merasa aman dari saling bersentuhan secara
fisik.
Menerima fakta yang dianggap sebagai
resiko hidup bermasyarakat. Ikut arus peradaban. Merasa tak nyaman jika
kehadirannya hanya dipandang sebelah mata. Akhirnya, berpikir berbasis akal
diri. Bagaimana mengumumkan eksistensi diri, jari diri, wibawa diri, pesona
diri. Semua ikhwal yang tak dibutuhkan pihak luar diri.
Yakin diri dengan tampilan apa
adanya, tanpa rekayasa, bebas manipulasi. Soal pasal tidak pada tempatnya,
abaikan. Asal diri merasa nyaman dengan perwujudan, penampakan, tampilan raga
diri, ekspresi alami. Pola ramah lingkungan, mengelola tekanan dunia seutuhnya.
Menggeser fokus urusan akhirat. Dikerjakan nanti, di saat waktu luang, waktu
tersisa. Kalau sempat, kalau ingat, kalau niat.
Kandungan lokal yang dinamis, berubah sesuai asupan gizi,
didaulat sebagai panutan diri. Lebih mengikuti alunan aroma irama gejolak
lokal. Sejatinya hidup adalah mengemban diri ini di jalur pemilik diri ini.
Pakai aturan-Nya. Kendati kita seolah merasa punya hak prerogratif, privilese
atas diri sendiri.
Tanpa sadar mencampuradukkan. Wallahu a’lam bisshawab. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar