Halaman

Senin, 23 Desember 2019

#sigapMINUS24jam méntal pendhèrèk panguwasa, disanak malah nyathék


#sigapMINUS24jam méntal pendhèrèk panguwasa, disanak malah nyathék

Bukan watak dasar, karakter utama. Tapi memang begitu bisanya. Merasa bisa. Merasa menjadi bagian penting dari orang penting yang dipilihnya secara politis. Bisa-bisa lebih galak atau malah lebih kuasa daripada penguasa yang didukungnya. Suratan sejarah moral politik rubuh-rubuh gedhang nusantara, pendhèrèk plus nganthèk.

Salah banyak kawan. Penjahat aneka status, klas, strata, kasta terhimpun dalam satu ikatan moral politik. Pejahat gang senggol sampai kelompok kriminal berdasi di lingkungan penyelenggara negara. Siap pasang badan 24 jam di seputar petugas partai 2019-2024.

Berkat dalil demokrasi nusantara, si gèdhèg lan si anthuk vs pemufakatan jahat. Sejauh iseng, penulis belum secara tak sengaja melihat rumusan “pemufakatan jahat”. Apa karena masuk ranah ‘penyakit politik’, efek domino kejahatan politik yang masuk kategori ‘dipelihara oleh negara’. Sang legislator dan atau usulan pemerintah, sama-sama jaga wibawa.

Dalil “pemufakatan jahat”. Beda pada pelaku. Pelakunya bukan person, atau orang sebagai individu. Tingkat sekongkol, kemufakatan sudah sedemikian canggih. Pasal hukum buatan manusia selalu kalah selangkah. Kejahatan terselubung aktor politik klas paus, tingkat tinggi mustahil diungkap.

Dinamika bangsa akibat perbedaan dalam persatuan. Persekutuan berbentuk kolusi, koalisi, kolaborasi, kongsi atau sebutan lainnya, sebagai bukti manusia sebagai makhluk sosial. Saling membutuhkan. Manusia tergolong sebagai makhluk homo homini socius. Artinya, manusia sebagai mitra sosial bagi manusia lainnya, selain sebagai makhluk individu yang memiliki jati diri (citra, pesona, wibawa). Soal yang diperebutkan adalah barang yang sama, bisa tahu sama tahu.

Penggemar politik bisa melebihi aksi penggemar bola. Bisa lebih liar, barbar.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar