#sigapMINUS24jam méntal
pendhèrèk panguwasa, disanak malah nyathék
Bukan watak dasar, karakter utama. Tapi memang begitu
bisanya. Merasa bisa. Merasa menjadi bagian penting dari orang penting yang
dipilihnya secara politis. Bisa-bisa lebih galak atau malah lebih kuasa
daripada penguasa yang didukungnya. Suratan sejarah moral politik rubuh-rubuh
gedhang nusantara, pendhèrèk plus nganthèk.
Salah banyak kawan. Penjahat aneka status, klas, strata,
kasta terhimpun dalam satu ikatan moral politik. Pejahat gang senggol sampai
kelompok kriminal berdasi di lingkungan penyelenggara negara. Siap pasang badan
24 jam di seputar petugas partai 2019-2024.
Berkat dalil demokrasi nusantara, si gèdhèg lan si anthuk
vs pemufakatan jahat. Sejauh iseng, penulis belum secara tak sengaja melihat
rumusan “pemufakatan jahat”. Apa karena masuk ranah ‘penyakit politik’, efek
domino kejahatan politik yang masuk kategori ‘dipelihara oleh negara’. Sang
legislator dan atau usulan pemerintah, sama-sama jaga wibawa.
Dalil “pemufakatan jahat”. Beda pada pelaku. Pelakunya
bukan person, atau orang sebagai individu. Tingkat sekongkol, kemufakatan sudah
sedemikian canggih. Pasal hukum buatan manusia selalu kalah selangkah.
Kejahatan terselubung aktor politik klas paus, tingkat tinggi mustahil
diungkap.
Dinamika bangsa akibat perbedaan dalam persatuan. Persekutuan
berbentuk kolusi, koalisi, kolaborasi, kongsi atau sebutan lainnya, sebagai
bukti manusia sebagai makhluk sosial. Saling membutuhkan. Manusia tergolong sebagai
makhluk homo homini socius. Artinya, manusia sebagai mitra sosial bagi manusia
lainnya, selain sebagai makhluk individu yang memiliki jati diri (citra,
pesona, wibawa). Soal yang diperebutkan adalah barang yang sama, bisa tahu sama
tahu.
Penggemar politik bisa melebihi aksi penggemar bola. Bisa lebih liar, barbar. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar