Halaman

Rabu, 17 Januari 2018

traktor tangan bantuan presiden vs ketahanan tangan petani



traktor tangan bantuan presiden vs ketahanan tangan petani

Kita awali dengan mengucap Basmallah.
Lanjut dengan menyimak satu alenia yang saya copas dari Buku Penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian oleh Direktorat Pangan dan Pertanian, Deputi SDA dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas :

Kebijakan yang mampu menciptakan sistem inovasi nasional dalam upaya perbaikan teknologi dan manajemen budidaya dan penanganan pasca panen padi. Inovasi teknologi dan manajemen budidaya diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani (Good Agricultural Practices/GAP). Penggunaan traktor tangan dan mesin penanam dengan skala yang tepat dapat mengurangi waktu dan biaya penyiapan lahan dan penanaman padi. Sementara penanganan pasca yang lebih baik diperlukan untuk mengurangi susut panen dan kehilangan hasil (Good Post Harvest Handling Practices/GPHP). Peningkatan penyediaan alat/mesin perontok yang dapat bergerak bebas (mobile thesher) dapat mengurangi kehilangan hasil. Demikian pula penggunaan mesin penggiling padi dengan daya sosoh yang baik akan dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.

Sayangnya, di Buku I, II, dan III RPJMN 2015-2019, frasa “traktor tangan” tidak muncul. Yang muncul malah kata “kontraktor”.

Karena RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran Trisakti dan Nawa Cita andalan kampanye Jokowi plus/minus JK, dipoles dengan revolusi mental, maka sejak tahun pertama presiden langsung bagi-bagi traktor tangan ke petani di Indonesia.

Cita-cita luhurnya, adalah agar produktivitas panen padi meningkat menjadi 7-8 ton Gabah Kering Giling (GKG). Sejauh ini rata-rata panen skala nasional 5,2 ton GKG.

Dari hasil pengendusan, pelacakan tim sukses, relawan, garda terdepan pendukung, loyalis Jokowi, dengan survei tanpa survei, dapatlah disimpulkan bahwa keprigelan tangan petani meningkat.

Minimal, apa yang tersurat dan tersirat di atas, dapat terwujud. Ini sebagai prestasi tersendiri pemerintah periode 2014-2019. Bahkan hanya satu tahun pertama, katanya mampu mengalahkan produk beras nasional rata-rata per tahun pemerintah SBY.

Artinya, rakyat sudah tidak bisa merasakan nikmatnya beras impor. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar