di balik pintu
penguasa, sumber segala sumber
Lihat negaraku, penuh dengan
partai politik. Ada yang merah, ada yang kuning, ada yang hijau. Balon merah
memang hobinya melambung. Sesuai asas tong kosong muat nasi banyak. Maksudnya,
ingin kursi.
Inspirasi apa yang merasuki dan
menjiwai Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015, tanggal 8 Oktober 2015,
tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH).
Bukan Indonesia namanya, kalau
tidak terjadi hal yang aneh tapi masuk akal. Acap dicontohkan betapa mantan
penguasa nasional yang masih ingin tampil.
Dengan berlakunya SE Kaplori di
atas, entah mana yang dahulu ada. Muncul tindak tutur penistaan agama oleh
penguasa provinsi DKI Jakarta saat itu. Diimbangi dengan pidato oknum ketum
sebiah parpol di peringatan harlah parpolnya, malah dengan santai mendustakan
agama.
Berita bohong (hoax)
menjadi andalan propaganda pencitraan pemerintah. Munculnya semangat kolektif
kolegial yang mungkin entah apa maksudnya.
Pilkada serentak 2018,
mengindikasikan kalau provinsi Jawa Barat dan provinsi Sumatera Utara, rawan
konflik. Serta merta, kemendagri akan menetapkan penjabat gubernur dari unsur
Polri. Terjadilah dwifungsi Polri. Jangan dimasukkan ke dalam hati. Namanya politik.
Siapa menguasai media massa, berharap
akan menguasai lalu lintas perpolitikan. Siapa yang banyak cuap dan murah ucap,
seperti tampak cerdas. Di pihak lain, ada anak bangsa dengan modal air mata, sepertinya
prihatin dengan nasib diri. Atau tampang criminal, berorasi menghiba-hiba. Merasa
bisa merestorasi bangsa ini asal diberi wewenang sebagai kepala negara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar