Halaman

Rabu, 31 Januari 2018

humor tahun politik 2018, mengelus-elus buaya



humor tahun politik 2018, mengelus-elus buaya

Menjalankan sebuah partai politik, tak perlu ilmu. Mengandalkan asas taat, patuh, loyal kepada sang pembuat kebijakan, maka akan aman tak diganggu gugat. Bagaimana dengan hingar-bingar sang oknum ketua umum.

Logika politiknya, bahwa semakin besar biaya politik akan berbanding lurus dengan raihan kursi di pesta demokrasi. Rekam jejaknya secara nasional, menggadaikan republik ini bukan masalah. Demi raih sukses, apa arti pengorbanan dalam bentuk apapun, siapapun.

Memang, hasil pilkada serentak 2018 sangat menentukan peta politik nasional. Seperti inden atau memberi uang tanda jadi di pemilu legislatif serentak dengan pilpres 2019.

Bukannya “belum meminang sudah menimang”, di atas kertas harus dirinci siapa akan menjadi apa, siapa kebagian apa, siapa yang harus dikambinghitamhkan, siapa yang harus dikorbankan. Bahkan semua taktik, modus, rekayasa menjadi menu hariannya. Hafal di luar kepala.

Secara yuridis historis memang ada anak cucu biologis pewaris jiwa Nasakom.

Untung ki dalang Sobopawon, masih bisa ngelus dada, lanjut garuk-garuk kepala sendiri dan punggung tetangga. Diakhiri dengan tepuk pantat, tepuk jidat. Ambil nafas panjang, buang ke segala arah. Lanjutkan tugas. Lupa sampai dimana.

Tahun politik bak permainan ular naik tangga. Makanya sang ular, siap dengan segala risiko politik.

Ingat ujaran imajiner BK :”Beri cucuku kursi presiden, jangan hanya kursi pembantu presiden”. Presiden ke-7 RI hanya terkekeh-kekeh, geli tanpa sebab.  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar