Halaman

Jumat, 05 Januari 2018

revolusi mental di tahun politik, malu-malu serigala vs jinak-jinak buaya



revolusi mental di tahun politik, malu-malu serigala vs jinak-jinak buaya

Namanya politik, apa memang beda dengan pengertian ideologi. Politik adalah terserah yang berkepentingan. Mau dirumuskan sampai model terserah permintaan pasar. Semua sah-sah saja.

Penghalang utama justru adanya pasal dengan asas patuh, taat; loyal, setia serta sebutan lainnya. Menjadi dasar kewajiban bagi penyelenggara negara. Modus ini menjadikan terjadi agen ganda. Beban agenda politik menjadikan mendua atau bahkan lebih. Tergantung daya tarik Rp.

Aparat keamanan dan pertahanan, sudah diformat sebagai pendukung utama penguasa. Tanpa perlu pikir. Langsung siap kerjakan.


Revolusi mental semangkin kelabakan mengendus musuh nyata. Semangkin tidak berpeluang merekayasa bagaimana caranya mencari kambing hitam secara konstitusional.

Antara musuh negara dengan musuh rakyat sudah jelas. Tidak samar-samar.

Di pihak lain, mana penganut ideologi sejati, abal-abal, sesuai pesanan, pokoke menang . . . semua jadi satu. Terlihat bahwa daya juang ideologi manusia politik sangat tergantung arahan, petunjuk manusia ekonomi.

Partai politik yang akonum ketua umumnya pernah merasakan nikmat jadi presiden dan/atau wakil presiden, tentu tak akan tinggal diam. Seolah jabatan tsb sebagai hal waris atau hak milik parpolnya.

Ki dalang Sobopawon bingung binti linglung, kehabisan stok wayang dengan aneka watak. Bahkan tak mampu mewujudkan watak politik dalam bentuk tokoh wayang. Padahal, yamg main itu-itu saja. hanya ganti kustom, rubah nomor punggung. Wayang asing mendominasi percaturan politik nasional.

Skenario berlapis sudah siap. Jangan heran, anak melawan orangtua sudah bukan hal yang tabu. Siapa makan siapa, menjadi langkah cerdas. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar