mitos pemerintah impor beras, kejadian luar biasa vs biaya ekonomi tinggi
Berita terpercaya, dari berita
resemi, saya copas, hasilnya :
Kedaulatan Pangan. Pelaksanaan
Program Pembangunan Pertanian dalam dua tahun terakhir telah menghasilkan
berbagai capaian positif yang tercermin dari:
Pertama, peningkatan produksi pangan
khususnya pangan strategis seperti beras, cabai, daging, dan lain sebagainya;
Kedua, tata niaga pangan yang
semakin efisien. Kondisi tata niaga Indonesia seperti sistem distribusi,
logistik, asimetri informasi, struktur, perilaku pasar, dan lainnya, sebagai
negara kepulauan mengakibatkan munculnya disparitas harga dan anomali pasar
pangan. Untuk itu, guna melindungi produsen dan konsumen pasar pangan,
Pemerintah menetapkan batas harga acuan tertinggi (ceiling price) dan
terendah (floor price) pada tujuh komoditas pangan yaitu: padi/beras,
jagung, kedelai, cabai, bawang merah, gula dan daging sapi. melalui penetapan
kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan intervensi pasar, serta
pengembangan Toko Tani Indonesia (TTI);
Ketiga, Penurunan impor pangan;
serta
Keempat, peningkatan kesejahteraan
petani. Dari sisi kesejahteraan petani, terdapat beberapa indikator yang
mencerminkan keberhasilan kinerja pertanian selama dua tahun ini. Kemampuan
daya beli petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat sebesar
0,06 persen. Berdasarkan data BPS, nilai NTP pada periode bulan
Januari-November 2016 mencapai 101,65 dari 101,59 pada periode yang sama di
tahun 2015. Guna melihat sejauh mana daya beli petani dari sisi usaha taninya,
maka digunakan indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Nilai NTUP pada
periode Januari-Desember 2016 mencapai 109,93 atau meningkat 2,32 persen
dibandingkan tahun 2015. Nilai NTUP untuk subsektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan semuanya mengalami peningkatan yang
signifikan.
5 Fakta di balik keputusan pemerintah impor beras saat
Indonesia mampu swasembada
By patchow25 on 15 Januari 2018
Pemerintah Jokowi-JK telah menggalakkan program
swasembada pangan sejak tahun 2014. Melalui program ini, ketahanan pangan di
Indonesia akan meningkat bahkan sebelum pemerintahan ini berakhir di 2019.
Untuk mencapai itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan
agar saban tahun dibangun 5-7 bendungan untuk pengairan dan irigasi area persawahan.
Langkah ini untuk memberikan penguatan bagi sektor pertanian. Pembangunan
infrastruktur ini menjadi strategis lantaran saat ini kondisi irigasi di dalam
negeri, 52 persen dalam kondisi rusak.
Selain itu, di akhir tahun 2017, Menteri Pertanian Andi Amran
Sulaiman mengatakan menggaungkan swasembada pangan komoditas beras, cabai,
jagung dan bawang. Bahkan, dia pun ikut turut dalam kegiatan panen padi dan
memberikan sejumlah bantuan alat dan mesin pertanian kepada kelompok tani di
Lampung Timur, di antaranya pompa air, traktor tangan, alat pemanen
padi/combine hervastar, alat pemanen jagung/corn combine.
Sayangnya, program ini nampaknya belum memberikan hasil
bahkan setelah 3 tahun dijalankan. Hal ini terlihat dari kebijakan impor beras
yang sudah dilakukan 2 tahun lalu. Tak hanya itu, pada akhir Januari nanti,
pemerintah juga akan melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton dari Thailand
dan Vietnam.
Padahal, Amran meyakini tak akan ada impor beras hingga
April 2018. Sebab, stok beras saat ini mencapai 1,74 ton. Bahkan, pemerintah
saat ini juga memiliki serapan beras hingga 8 ribu-9 ribu ton per hari.
“Kita doakan (tidak ada impor), karena kalau kita
hitung-hitungan stok kita 1,74 (juta ton). Stok kita sudah sampai April 2018,”
kata Amran di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/8).
Berikut fakta-fakta di balik keputusan pemerintah impor
beras saat Indonesia mampu swasembada.
1. Impor beras khusus
Kementerian Perdagangan (Kemendag) secara resmi membuka
keran impor beras khusus untuk memperkuat stok beras dalam negeri. Beras khusus
yang akan diimpor pemerintah dalam arti jenis yang tidak ditanam di dalam
negeri.
“Saya sampaikan tidak mau mengambil resiko kekurangan
pasokan saya mengimpor beras khusus, beras yang tidak ditanam dalam negeri,” kata
Menteri Enggar dalam acara konprensi pers yang digelar di Kantornya, Jakarta,
Kamis (11/1) malam.
Adapun jumlah beras khusus yang akan diimpor berasal dari
Vietnam dan Thailand sebanyak 500.000 ton. Sedangkan harga jual beras khusus
yang diimpor tersebut dipatok sama dengan beras medium.
Impor beras tersebut akan masuk ke Indonesia pada akhir
Januari ini. Hal tersebut bertujuan agar tidak mengganggu masa panen raya padi
di Indonesia pada Februari hingga Maret mendatang.
Menteri Enggar menegaskan langkah tersebut diambil untuk
mengatasi masalah kekurangan stok pangan. Dia mengaku tidak ingin permasalahan
kekurangan menjadi sebuah kekhawatiran.
“Kami memasok beras impor. Masalah perut, masalah pangan
itu menjadi prioritas,” tegasnya.
2. Harga beras meroket
Menteri Enggar menjelaskan, pemerintah telah melakukan
banyak upaya untuk menekan tingginya harga beras di pasaran. Namun, hal
tersebut tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Hingga saat ini terhitung sudah lebih dari 2.500 titik
pasar yang harga berasnya meningkat tajam. Untuk itu, dia mewajibkan pedagang
pasar menjual beras Bulog. Sayangnya, harga beras rupanya masih tidak
terkendali. Bahkan, harga beras premium pun ikut terdorong naik.
Dengan demikian, langkah pemerintah yang diambil untuk
mengatasi kondisi kelangkaan pasokan beras adalah dengan mendatangkan atau
impor beras khusus dari Vietnam dan Thailand. Selain itu, impor ini juga
diharapkan akan membuat para supplier beras yang selama ini masih menahan
barangnya di gudang untuk segera melepasnya ke pasaran.
Akan tetapi, pemerintah hanya akan mengimpor beras
kategori khusus yang mana jenis beras tersebut tidak terdapat atau tidak
ditanam dalam negeri. Beras tersebut akan mulai masuk ke Indonesia pada akhir
bulan ini sebanyak 500.000 ton.
Menteri Enggar menjelaskan, impor beras khusus tidak
melanggar aturan. Sebab, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Jenis beras
(yang diimpor) berdasarkan ketentuan itu kategori beras khusus dan harganya tak
peduli berapa, saya jual dengan harga medium.”
3. Stok beras menipis
Pemerintah mengklaim terpaksa harus mengambil kebijakan
impor beras, sebab, stok beras dalam negeri mulai menipis. Di beberapa daerah
terjadi kelangkaan pasokan dan mengakibatkan harga beras melambung tinggi.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, berharap dengan
dibukanya keran impor beras tersebut sekaligus bisa menghajar para spekulan
yang memainkan stok dan harga beras di pasaran.
“Dengan impor ini maka sekaligus saya juga memberikan warning
(peringatan) kepada seluruh pemain beras, jangan pernah menimbun dan menyimpan
beras, kosongkan itu gudang,” kata Menteri Enggar di Kantornya, Jakarta, Jumat
(12/1).
Menurutnya, sejak kemarin malam dikabarkan, hari ini
harga beras langsung terpantau mulai turun. “Sekarang apa yang terjadi? Harga
sudah adem yaitu tidak ada lagi lonjakan harga karena ada aturan di satu sisi,
di sisi lain juga ada hukum ekonomi yang tetap masih berlaku,” ujarnya.
Menteri Enggar mengungkapkan saat ini impor berasa
merupakan satu-satunya solusi untuk mengamankan pasokan beras dalam negeri.
“Kalau ada yang mau tanya kenapa bapak harus impor, ada alternatif lain tidak
agar beras tersedia?” imbuhnya.
4. Beras yang diimpor untuk kepentingan komersil
Kementerian Perdagangan mengklaim beras khusus tersebut
biasa digunakan untuk kepentingan komersil seperti di hotel dan rumah makan
mewah. Sehingga kebijakan tersebut tidak akan merugikan petani dalam negeri,
karena jenis beras yang diimpor tidak ditanam di Indonesia.
“Jangan kita pertentangkan seolah-olah itu impor itu akan
memiskinkan petani, petani tetap juga dia adalah konsumen. Kenaikan beras yang
tinggi itu meningkatkan laju inflasi karena beras memberikan kontribusi pada
inflasi yang tinggi,” kata Menteri Enggar di Kantornya, Jakarta, Jumat (12/1).
Menteri Enggar mengungkapkan, berdasarkan data yang
diterima, kosongnya stok beras dan tingginya harga membuat masyarakat terpaksa
mengurangi porsi konsumsi mereka.
Dia menegaskan impor beras bukan merupakan hal tabu.
Impor beras dinilai sebagai solusi sementara mengisi kekosongan stok beras
dalam negeri.
“Pada dasarnya perdagangan adalah ada impor ada ekspor,
kita pun pernah ekspor jadi sudahlah ini adalah solusi yang temporary sampai
dengan kondisi harga stabil dan stok dan sudah mulai panen.”
5. Impor beras khusus tak akan mematikan petani
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan bahwa impor beras khusus yang akan
dilakukan pemerintah dalam waktu dekat tidak memerlukan rekomendasi dari
Kementerian Pertanian. Oke menjelaskan, jika beras yang akan diimpor adalah
jenis premium atau medium barulah harus ada kesepakatan sebelum dilakukan
impor.
Jenis beras khusus sendiri adalah kategori beras yang
tidak ditanam atau diproduksi di dalam negeri. Biasanya, beras khusus digunakan
untuk kebutuhan kalangan tertentu seperti perhotelan, rumah makan dan beberapa
perusahaan katering.
“Di ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun
2018 ini kalau bukan beras medium tidak perlu rekomendasi. Jadi ini mekanisme
hanya ada usulan pengajuan dari pelaku usaha untuk mengimpor beras bukan
medium,” kata Oke saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat (12/1).
Oke menjelaskan, keputusan impor beras khusus dilakukan
berdasarkan permohonan dari pengusaha. Jika itu disetujui, importir yang
ditunjuk harus merupakan perusahaan milik negara.
Untuk impor kali ini, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia
(PPI) ditunjuk sebagai importir berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
Mekanisme impor dilakukan dengan kategori impor beras untuk keperluan lain
bukan untuk kepentingan umum.
Sumber : merdeka.com
http://www.pemeriksaanpajak.com dan pajak@pemeriksaanpajak.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar