Dilema
Pesta Demokrasi, Lomba Panjat Pinang vs Lomba Lari 5 thn
Rakyat dan bangsa Indonesia wajib
bersyukur. Betapa tidak, begitu peduli, tanggap, pekanya manusia politik untuk
mau berjibaku menjadi penyelenggara negara, pejabar publik, penguasa.
Mereka tahu betul resion yang
menantang. Masuk penjara. Tentunya dengan berbagai pasal yang menjeratnya. Semakin
canggih modus operandinya, maka kalau Cuma pasal berlapis, tak akan pedang
hukum mampu menebasnya. Bisa-bisa penegak hukum, kalah gertak. Kalah wibawa
dengan pihak tersangka, terduga bahkan kalau sudah sampai level terdakwa.
Betapa peras keringat manusia
politik. Mulai dari mendirikan perusahaan partai politik. Melanjutkan usaha
keluarga. Sampai mematut diri, merasa mampu menjadi berdiri paling depan. Menjadi
nomer satu.
Ibarat kompetisi sepak bola. Ada yang
merangkak dari antar kampong. Menjadi inacaran para pencari bakat. Ikut ajang
seleksi pemain. Atau ikut pelatnas jangka panjang.
Di pentas politik, modal nama baik
kakek nenek moyangnya menjadi jaminan mutu. Tidak salah kalau politik feodal,
dinasti politik mewabah di Nusantara. Secara moral sah-sah saja.
Rakyat dipastikan tidak hanya
bersyukur. Kandidat penguasa sudah berani tampil terang-terangan. Bukan bak
kucing dalam karung. Jadi, mau tunggu apa lagi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar