Halaman

Sabtu, 13 Januari 2018

ketahanan ideologi vs swasembada ideologi



ketahanan ideologi vs swasembada ideologi

Ada penggali Pancasila, ada penimbun Pancasila. Seperti tak ada korelasi nyatanya. Di dunia politik Nusantara, apapun bisa terjadi dan selalu akan terjadi.

Ketika sebuah partai politik perusahaan keluarga, mendadak ingat akan sila pertama Pancasila. Jadi selama ini dikemanakan sang sila pertama tersebut. Atau karena kebijakan oknum ketua umum denga hal prerogatifnya, ororiternya, sudah punya dasar ideologi selain Pancasila.

Sejarah membuktikan, bahwasanya barangsiapa bermain api, akan hangus terbakar. Tak terkecuali ketika penguasa Orde Lama bermain politik dengan mendeklarasikan NasAKom (nasionalis, agama, komunis) sebagai menu utama.

Wajar, manusiawi, alami kalau seorang presiden, kepala negara, pengemban amanat MPR saat itu berdiri di semua golongan dan aliran ideologi. ikhwal ini disederhanakan oleh penggantinya, penguasa tunggal Orde Baru, dengan menjadikan Golongan Karya sebagai kendaraan politiknya.

Ironis binti miris, manusia dan/atau orang politik di Nusantara, mendaulat bahwasanya jabatan ketua umum sebuah partai politik sebagai syarat utama ikut pemilihan presiden.

Industri, komoditas dan syahwat politik Nusantara tak akan pernah redup dari gegap-gempita urusan berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa). Puncak atau klimaksnya di periode 2014-2019. Daya tarik pergerakan politik bebas aktif dalam negeri yang identik dengan makar konstitusional. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar