Jokowi plus/minus JK, Politik Cerah vs Ekonomi Gerah
Aneh tapi tidak nganehi-nganehi,
bilaman apabila ternyata nyatanya nyata-nyata walhasil hanya Bung Karno dan
Bung Hatta yang mendapat sebutan dwi-tunggal. Baik sebagai proklamator maupun
sebagai Presiden pertama RI dan Wakil Presiden pertama RI.
Soal pecah kongsi, namanya juga
politik. Sampai, hingga presiden ke-7 NKRI, malah tidak ada hubungan
kedwitunggalannya dengan sang wakil presiden. Hayo, JK sebagai wapres ke berapa.
Pilkada serentak, hanya
menampakkan paslon kompak di awal langkah saat tebar pesona dan tabur citra
diri. Jika berhasil meraih suara keterpilihan, maka pasca sumpah janji jabatan –
plus kontrak politik 5 tahun – maka masing-masing jalan sendiri. Punya PR yang
tidak bisa saling contek. Kalau saling adu pasal, kemungkinan terjadi. Apalagi kalau
beda partai politik. Walau mungkin satu bandar politik, investor politik.
Rakyat papan bawah, tapi bukan
wong cilik, yang sadar diri dengan keyakinan untuk menggunakan hak pilihnya. Mereka
sudah tahu mana emas, mana loyang. Mana emas sepuhan, mana menang merek lokal.
Hebatnya manusia politik yang
berkeliaran di Nusantara. Semakin betrmasalah, malah semakin “berharga”. Mempunyai
nilai jual politik. Minimal mampu menghidupi partai dan mensejahterakan
dirinya. Dua peruode memang terasa kurang.
Soal bagaimana sejahteranya
rakyat, itu tanggung jawab ybs. Mosok dicekoki, dicéboki terus sampai gedé. Bikin wibawa
negara turun derajat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar