Halaman

Kamis, 25 Januari 2018

Beri Petani Traktor Tangan, Bukan Beras Impor



Beri Petani Traktor Tangan, Bukan Beras Impor

Kendati  tiap awal tahun anggaran ditetapkan UU tentang PANGAN, agaknya karena aspek tata niaganya di bawah kendali pengusaha, efek dominonya semakin nyata.

Kebijakan pemerintah agar setiap petani mempunyai lahan yang layak olah, tentu sebagai angin surga bagi petani. Diperkuat dengan pembagian sertifikat tanah serta bantuan gratis traktor tangan.

Lanjut dengan menyimak satu alenia yang saya copas dari Buku Penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Pangan dan Pertanian oleh Direktorat Pangan dan Pertanian, Deputi SDA dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas :

Kebijakan yang mampu menciptakan sistem inovasi nasional dalam upaya perbaikan teknologi dan manajemen budidaya dan penanganan pasca panen padi. Inovasi teknologi dan manajemen budidaya diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani (Good Agricultural Practices/GAP). Penggunaan traktor tangan dan mesin penanam dengan skala yang tepat dapat mengurangi waktu dan biaya penyiapan lahan dan penanaman padi. Sementara penanganan pasca yang lebih baik diperlukan untuk mengurangi susut panen dan kehilangan hasil (Good Post Harvest Handling Practices/GPHP). Peningkatan penyediaan alat/mesin perontok yang dapat bergerak bebas (mobile thesher) dapat mengurangi kehilangan hasil. Demikian pula penggunaan mesin penggiling padi dengan daya sosoh yang baik akan dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.

Sayangnya, di Buku I, II, dan III RPJMN 2015-2019, frasa “traktor tangan” tidak muncul. Yang muncul malah kata “kontraktor”.

Karena RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran Trisakti dan Nawa Cita andalan kampanye Jokowi plus/minus JK, maka sejak tahun pertama presiden langsung bagi-bagi traktor tangan ke petani di seluruh Indonesia.

Cita-cita luhurnya, adalah agar produktivitas panen padi meningkat menjadi 7-8 ton Gabah Kering Giling (GKG). Sejauh ini rata-rata panen skala nasional 5,2 ton GKG.

Dari hasil pengendusan tim sukses, relawan, garda terdepan pendukung, loyalis Jokowi, dengan survei tanpa survei, dapatlah disimpulkan bahwa keprigelan tangan petani meningkat.

Minimal, apa yang tersurat dan tersirat di atas, dapat terwujud. Ini sebagai prestasi sekalgus prestise tersendiri pemerintah periode 2014-2019. Bahkan hanya satu tahun pertama, katanya mampu mengalahkan produk beras nasional rata-rata per tahun pemerintah SBY. Swasembada pangan terwujud, terukur dan memuaskan semua pihak.

Wajar kalau masih ada Operasi Pasar, agar ketersediaan beras di pasar bebas, tidak minimal. Artinya, rakyat sudah tidak bisa merasakan nikmatnya beras impor. Petani menjadi sejahtera. Jargon “kalau mau sejahtera, jangan jadi petani” sudah usang.  Jangan dimodifikasi menjadi “kalau rakyat ingin makmur dan sejahtera, jadilah wakil rakyat”. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar