Halaman

Sabtu, 06 Januari 2018

Profil Dendam dan Dengki Politik Nusantara



Profil Dendam dan Dengki Politik Nusantara

Pernah terjadi kejadian berlakunya tindak kejahatan kriminal, pidana bernama kolor ijo. Tentunya jangan diartikan bahwa kasus ini merupakan bagian integral dari pergerakan LGBT.

Rakyat tak mau tahu, apakah segala bentuk ujaran kebencian oleh pejabat, sebagai pertanda ybs sedang sekarat. Sekarat jiwa, hati, rohani. Atau mau ganti kulit, sehingga merubah emosi secara drastis.

Warna politik yang dominan di Indonesia memang sangat dinamis, fluktuatif dan tergantung pasar. Katanya ketika Pancasila sebagai ideologi negara. Karena disederhanakan menjadi kapling partai politik. Tiap periode membawa identitas politiknya.

Keterpurukan perpolitikan terasa di éra mégatéga, ketika yang namanya presiden karena bukan ketua umum sebuah partai politik, makanya mendapat gelar kehormatan “petugas partai”.

Sejarah reformasi yang mulai dari puncaknya 21 Mei 1998, menggelinding bebas tanpa kendali. Rambu-rambu kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dijungkirbalikkan. Kode etik berlalu lintas ditentukan oleh siapa yang sedang merajai jalanan. Kepentingan umu kalah dengan demi tegaknya wibawa negara.

Banyolan, degelan, humor politik yang paling tidak luvu adalah perseteruan antar mantan presiden. Pekerjaan setan ini tidak membedakan jenis kelamin. Justru makhluk yang dianggap lemah secara kodrati, malah bisa lebih buas katimbang binatang buas yang ada di bumi. Buas politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar