Halaman

Rabu, 03 Januari 2018

dilema tahun politik, menunggu waktu vs kehabisan waktu



dilema tahun politik, menunggu waktu vs kehabisan waktu

Pasca dilantik sebagai pejabat publik, penyelenggara negara, penguasa, maka manusia politik yang terikat kontrak politik, sudah mulai praktikkan asas calistung (baca, tulis, hitung). Agar jang sampai terjegal, terjagal, terganjal di tengah jalan. Syukur jangan sampai sebelum jatuh tempo, masih kuat melaju sampai babak akhir. Babak final atau finish.

Dukungan tim forensik keuangan untuk menghitung detil kalkulasi politik. Terinci sampai rupiah, tiga digit di belakang koma.

Itulah manusia dan/atau orang Nusantara. Ketika main politik, maka lupa dengan mertua yang sedang bertandang ke rumahnya. Jangankan sipil, pihak amntan non-sipil alias militer utawa angkatan bisa mabukdarat, laut, udara dan bhayangkara.

Akhirnya kawanan manusia politik Nusantara terjebak, berkubang dengan suka cita di antara dua kutub menunggu waktu vs kehabisan waktu.

Yang masih periode pertama, masih bisa bernafas lega. Atau malah sport jantung. Makan belum habis, sudah mau tambah porsi ‘nasaku’ (nasi, sayur, kuah), bak di rumah makan Padang yang jual orang Jawa.

Bagi yang di periode terakhir, atau kedua, tidak hanya sport jantung. Modus apapun sudah siap dilakukan. Minimal jangan sampai terjerat pasal yang merugikan negara. Atau begitu sudah masuk kotak, banyak pihak menggoyang keimanannya.

Karena banyaknya kejadian yang sedang, masih, dan akan selalu terjadi, maka dipandang tak elok jika melanjutkan olahkata ini. Mosok, rahasia umu disajikan, sudah basi sebelum tulisan jadi. Itu saja kawan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar