Anomali Gotong
Royong dan Persatuan Indonesia
Hukum berbanding lurus dan/atau
hukum berbanding terbalik terjadi dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan
bermasyarakat.
Konon, jika kontribusi, kiprah,
kinerja nyata anak bangsa – dalam bentuk gotong royong dan/atau persatuan
Indonesia – maka beban hidup bangsa bisa diatasi bersama dalam waktu tertentu. Minimal
sesuai rencana dan tidak mulur.
Ironis binti miris, justru
semakin banyak anak bangsa, putera-puteri asli daerah, kaum pribumi dan
bumiputera serta anak cucu ideologis ikut andil, malah masalahn bangsa
semangkin bertumpuk.
Semakin banyak partai politik,
semakin menjadi-jadi wakil rakyat, semakin daerah dimekarkan, semakin melimpah
hak penyelenggara negara, pejabat publik, penguasa maka masalah bangsa menurun
masuk ke wilayah problema keluarga atau urusan dapur rumah tangga.
Wajar jika beras harus impor. Ditambah
sembako agar mengenyangkan rakyat, wajib impor. Usahakan agar pengusaha
pro-pemerintah jangan sampai hanya berpangku tangan. Walau praktiknya, tetap ongkang-ongkang, duduk
manis goyang kaki, bisnis jalan terus. Karena Faktor-xxx.
Lupa kawan, selain tertera wakil
rakyat, terdapat pula barisan wakil daerah atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sehingga
aspirasi daerah provinsi bisa sampai ke permukaan nasional.
Hebat keliwat-liwat, ketika kasus
bangsa malah semakin dibongkar demi hukum, malah semakin kuat mengakar. Seolah aparat
penegak hukum melawan dirinya sendiri.
Semakin kuat, kaya, kuasa
penguasa maka dipastikan masalah bangsa dan rakyat Indonesia akan semakin meluas,
melebar, menjulang tinggi. Yang masih tampak adalah saat berebut kue nasional.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar