Halaman

Kamis, 11 Januari 2018

Partai Politik Oplosan dan Ketuhanan Pasif



Partai Politik Oplosan dan Ketuhanan Pasif

Di tahun politik 2018 dan 2019, buka sulap, bukan sihir menjadi satu dengan sandiwara politik. Tak kurang meriahnya badut, lawak, komedi, banyolan politik.

Siapa yang merasa takut kehilangan taring, akan bersuara nyaring.

Siapa yang pagi-pagi gemetar, gentar kekurangan pengaruh, akan ikut pasar taruhan politik. Idealisme semakin ditinggalkan dan ditanggalkan.

Jangankan menghadapi lawan politik, dengan satu pasukan namun tampak vokal, maka pakai modus operandi andalannya.

Ujaran oknum ketua umum sebuah parpol trah, yang mengantongi hak prerogati, mengingatkan kawanan parpol untuk ingat ketuhanan. Jadi, secara awam, kemana saja di ‘ketuhanan’ selama ini. Bukan karena platform, dasar ideologi yang serba guna. Secara historis merupakan kelanjutan anak cucu ideologis penggagas ‘nasakom’.

Rakyat yang buta politik, tapi tidak buta sejarah, masih ingat dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara Republik Indonesia No. XXV/MPRS/1966 tentang PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME.

Tap MPRS XXV/1966 ditetapkan di Jakarta pada tanggal  5 Juli 1966. Sebagai hasil dari permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni 1966 sampai dengan 5 Juli 1966.

3 faktor pertimbangan yang dipakai adalah :
Pertama. Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila;
Kedua. Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan.
Ketiga.Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;

Ketentuan-ketentuan Tap MPRS XXV/1966, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.

Apalagi dengan UU 3/1975 tentang PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA. Ditetapkan bahwa hanya ada 2 (dua) partai politik yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta Golongan Karya (golkar). [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar