menakar HET
petugas partai
Mengawali tahun politik 2018,
terjadilah berbagai adegan lawak, komedi, banyolan segar. Mulai dari pelantikan
oknum Ketua DPR di sisa periode, yang secara otomatis merupakan hak jatah
Partai Golkar (PG).
Belum habis tawa politik
penguasa, lanjut dengan adegan bertambahnya kursi PG di kabinet kerja Jokowi
plus/minus JK. Kilah Jokowi, karena sang petinggi PG memang cocok untuk jabatan
Menteri Sosial. Yang mana, dimana mensos yang dirombak, diganti telah mengikuti
langkah catur politik Jokowi.
Yaitu lengser keprabon sebelum
jatuh tempo, karena rumput tetangga tampak lebih hijau, ranum dan menjanjikan.
Agar tawa politik penguasa tidak
hambar, maka terjadilah berita bahwasanya beras impor 500 ribu ton beras
dijanjikan tak masuk pasar. Impor beras untuk menjaga stok ideal cadangan beras
pemerintah (CBP).
CBP saat ini hanya 800 ribu ton,
idealnya seyogyanya di atas 1 juta ton.
Pihak lain, KPU mencatat bahwa
biaya politik untuk menjadi bupati/walikota dibutuhkan dana 20-30 M Rp. Sedangkan
kecilnya harga kursi gubernur bisa mencapai 120 M Rp.
Kembali ke niat awal. Membaca olahkata
awak media atau orang iseng di media dalam jaringan atau bentuk lainnya. Dikisahkan
rekam jejak sang oknum ketua DPR, sebut saja BS atau miripnya adalah Bamsoet.
Bagaimana sifat kritis terhadap
kebijakan pemerintah saat periode sebelumnya.
Yang membuat tawa politik
penguasa jadi datar nyaris hambar. Ternyata sang oknum adalah penyuka mobil
mewah. Tidak hanya satu merek. Tentunya dengan mobil khas penguasa atau
petinggi partai, bukan untuk menyambangi konstituennya di dapilnya, di bilangan
prov Jawa Tengah. Namanya blusukan tentu hanya dengan jalan kaki. Atau sesuai
laporan dari pihak yang dapat dipercaya.
Hebatnya kesejahteraan wakil
rakyat, semacam oknum Bamsoet, rakyat tak boleh iri apalagi dengki.
Dengan pembuktian terbalik,
kira-kira berapa harga lelang jabatan wakil rakyat tingkat nasional. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar